Sekilas tentanng Measurement Assurance
0 komentar Jumat, 30 Januari 2009Kalau mendengat istilah measurement assurance ini (selanjutnya pada tulisan ini disingkat MA saja), mungkin terbayang di benak suatu kegiatan penelitian yang tujuannya memastikan sesuatu sesuai dengan spesifikasi atau tujuan. Ya, jika itu bayangan anda, anda tidak salah. Sesuai dengan namanya, “assurance” berarti jaminan atau kepastian, sedangkan “measurement” artinya pengukuran.
Di Internet jika kita masukkan istilah ini di google misalnya, maka akan banyak sekali laman yang terkait dengan ini (seperti biasa, kadang membuat bingung mana yang akan diklik). Tapi sesuai dengan tema blog saya tentang ilmukalibrasi, ada baiknya dibatasi dengan menambahkan kata “calibration” di belakangnya atau di depannya, bebas saja, agar bisa mengarahkan MA ini ke bidang yang lebih spesifik yaitu kalibrasi.
Uniknya ada website http://www.mattestusa.co menamakan dirinya Measurement Assurance Technology, sebuah perusahaan yang berlokasi di USA dan Mexico. Website ini menawarkan produk berupa alat ukur dari amplifier, signal generator sampai TV/Video/Cable Test. Perusahaan ini menawarkan layanan pembelian, leasing, financing, kalibrasi dan repair alat ukur dan tes. Sepertinya semua service terkait alat ukur diambil, walaupun saya agak yakin tidak semuanya dilakukan sendiri oleh Measurement Assurance Technology.
Dalam sejarah MA, dalam website http://www.springerlink.com, ada tulisan dari Brian Belanger, executive director NIST, yang mengklaim bahwa The United States National Bureau of Standards (NBS), yang kemudian menjelma menjadi the National Institute of Standards and Technology (NIST), adalah lembaga yang memperkenalkan konsep kontrol kualitas pengukuran (measurement quality control) yang dinamakan “measurement assurance”. Konsep ini kemudian menjadi terkenal dan banyak diimplementasikan dalam dunia metrologi. Dengan konsep ini maka kualitas kalibrasi dapat dinilai. Termasuk di dalamnya adalah pembahasan tentang traceabillity (ketertelusuran), yang menjadi salah satu faktor penentu akurasi kalibrasi atau pengukuran secara umum.
Berbagai macam konsep pengembangan dan implementasi diberikan oleh para pakar metrologi dan statistik (karena memerlukan tool statistik di dalamnya) termasuk di dalamnya aplikasi kusus untuk suatu proses pengukuran atau alat ukur tertentu. Sebagian diantara berbagai tulisan terkait dengan MA ini dapat dilihat pada referensi di bawah ini yang saya ambil dari http://www.itl.nist.gov/div898/pubs/subject/calibration.html. Terbukti bahwa MA sudah menjadi perhatian para praktisi metrologi sejak puluhan tahun silam. Dan dengan bantuan perkembangan ilmu statistik terapan dan perkembangan ICT (baca : software-software statistik), maka MA semakin canggih saja.
Maka kita mengenal MA untuk optical attenuator, MA untuk spectrum analyzer, dll. Sebagai gambaran sedikit, untuk MA optical attenuator, perlu menganalisa beberapa alat ukur optik pendukungnya yaitu optical power meter (atau optical wattmeter), optical reflectometer, termasuk karakteristik fiber yang digunakan.
Berbicara tentang statistik, ilmu apa saja dalam statistik yang digunakan untuk MA ini ? Untuk memudahkan menjawabnya, kita bisa lihat di http://www.engineeredsoftware.com, yang menyediakan kursus tentang MA ini, sekaligus menawarkan software pelatihannya. Di situ ternyata diberikan juga ilmu apa saja yang diajarkannya, dan nampaknya secara kasar bisa saya klaim bahwa siapa yang menguasai statistik maka dialah yang mampu menguasai MA dengan lebih sempurna.
Mari kita simak apa saja yang diajarkan engineeredsoftware ini.
Course OutlineI. Fundamentals II. Bias III. Repeatability & Reproducibility IV. Linearity V. Final Exam (50 question review with solutions) VI. Examples |
Quality Council of Indiana, Inc. yang memiliki laman di http://www.qualitycouncil.com menawarkan software sistem analisa pengukuran. Disebut-sebut bahwa teknik analisa ini digunakan oleh Automotive Industry Action Group (AIAG). Software-nya menyediakan semacam report witer yang kompatibel dengan software office semacam Word, wordperfect, dan lain-lain, bahkan HTML.
Website juga menyediakan software demo-nya, yang menyediakan beberapa prosedur analisa pengukuran, diantaranya tentang bias, linearity, repeatability, reproducibility.
1. Bias
Untuk menentukan bias, maka dibutuhkan reference value yang sudah harus terlebih dulu diketahui nilainya. Pembacaan kalibrasi dilakukan minimal 10 kali, sebaiknya 30 kali, karena semakin banyak jumlah pengukuran maka akan semakin bagus akurasinya nanti.
Setiap hasil ukur selalu memiliki bias. Bias-bias ini bisa siginifikan bisa pula tidak, dan untuk menentukan signifikansinya bisa digunakan distribusi-t. Makin banyak pengukuran dilakukan maka akan semakin besar discriminatory power dari t-test tersebut.
Prosedur untuk melakukan perhitungan bias ini menggunakan software adalah dengan memasukkan angka reference value dulu. Lalu masukkan juga angka process variation dan process tolerance-nya (jika diinginkan). Klik button Compute bias, maka software akan menganalisa data-data tersebut. Contoh hasil analisanya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2. Linearity
Linearity adalah ukuran perubahan bias pada range operasi sebuah alat ukur. Cara mencari nilai linearity ini adalah dengan membandingkan pengukuran beberapa kali pada suatu nilai reference value, lalu melakukan plotting nilai bias-nya terhadap nilai reference. Untuk software ini defaultnya adalah mengukur 10 bagian (dalam suatu range operasi) dengan masing-masing bagian diukur biasnya sebanyak 5 kali. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah.
Bias didapatkan dari average selisih reference value dengan pembacaan.
Linearity dalam percent adalah slope “b” dari persamaan y=ax+b dimana x adalah reference value, sedangkan y adalah nilai bias. Sedangkan nilai linearity didapatkan dari nilai slope dikali dengan process variation.
3. Reproducibility
Variability didapatkan dengan cara mengulang pengukuran menggunakan alat ukur dan calibrator yang sama. Sedangkan reproducibility adalah variability dengan menggunakan teknisi kalibrasi yang berbeda.
Software MA dari Quality Council ini dapat melakukan analisa repeatability and reproducibility, menggunakan metode Range & Average dan metode ANOVA. Ada beberapa jenis chart yang bisa dipilih misalnya range control chart, run chart, whiskers chart, X-Y plot of averages, comparison X-Y plot, dan scatter plot.
Mengapa perlu ada analisa terhadap variability dan reproducibility ? Anda bayangkan jika hasil kalibrasi yang dilakukan teknisi A dan teknisi B dengan perangkat kalibrasi yang sama dan kondisi yang serupa, ternyata menghasilkan perbedaan hasil ukur secara signifikan. Tentu akan timbul pertanyaan, ada apa dengan alat ukur tersebut? Atau alat ukur tidak ada masalah, tapi apakah masalah ada di teknisi? Bagaimana dengan prosedur yang digunakan kedua teknisi tersebut, jangan-jangan hanya serupa tapi sebenarnya tidak sama ?
Jawaban-jawaban pertanyaan inilah yang menentukan tingkatan MA, proses kalibrasinya benar-benar bisa dijamin atau tidak.
Contoh Artikel tentang MA
Beberapa contoh tulisan tentanng MA antara lain :
1. Cameron, J. M. (1977). "Measurement Assurance," NBSIR 77-1240.
2. Cameron, J.M., Croarkin, M. C., Raybold, R.C. (1977). "Designs for the Calibration of Standards of Mass," NBS Tech. Note 952.
3. Cameron, J. M. and Hailes, G. E., (1974). "Designs for the Calibration of Small Groups of Standards in the Presence of Drift," NBS Technical Note 844.
4. Cameron, J. M. and Eicke, W. G. (1967). "Designs for Surveillance of the Volt Maintained by a Small Group of Saturated Standard Cells," NBS Technical Note 430.
5. Carino, N.J.; Guthrie, W. F.; Lagergren, E.S., Effects of Testing Variables on the Measured Compressive Strength [90 MPa] Concrete, NISTIR 5405 [FHWA].
6. Carino, N.J.; Guthrie, W. F.; Lagergren, E.S.; Mullings, G.M., Effects of Testing Variables on the Strength of High-Strength [90 MPa] Concrete Cylinders, Special Publication of the American Concrete Institute Proceedings of International Conference on High Performance Concrete, Singapore, November 1994.
7. Clague, F. R. and Splett, J. D. "Developing a NIST Coaxial Microwave Power Standard at 1mW," Proceedings of the National Conference of Standards Laboratories 1994 Workshop and Symposium, Chicago, Illinois, July 31 - August 4, 1994.
8. Croarkin, Carroll. (1985). "Measurement Assurance Programs Part II: Development and Implementation," NBS Spec. Publ. 676-II (revised).
9. Croarkin, C. and Varner, R. N. (1983). "Measurement Assurance for Dimensional Measurements on Integrated-Circuit Photomasks," NBS Tech. Note 1164.
10. Croarkin, C., Beers, J., and Tucker, C. (1979). "Measurement Assurance for Gage Blocks," NBS Mono. 163.
11. Datla, R. U., Croarkin, M. C. and Parr, A. C. (1994). "Cryogenic Blackbody Calibrations at the NIST Low Background Infrared Calibration Facility." NIST J. Res., Vol. 99(1), p.77.
12. Eckerle, K. L., Hsia, J. J., and Liggett, W. S. (1984). "Geometrical Alignment Errors in the Measurement of Prismatic Retroreflectors," COLOR Research and Application, 9, 23-28.
13. Ehrstein, J. R. and Lechner, J. A. (1975). "Two probe method" Section in "Semiconductor Measurement Technology," NBS SP 400-8, 14-17.
14. Goldman, A., McGuire, D. and Croarkin, C. (1987). "Assigning Values to In-house Standard UFsdo3(6) Cylinders." 3rd Int'l Conf. on Facility Operations - Saftguards Interface of the ANS.
15. Hwang, J. T. G. and Liu, H. K. "Application of empirical linear prediction to quality assurance in industrial manufacturing," Physical & Engineering Sci.: Proceedings of The 1994 Joint Stat. Meetings, to appear.
16. Iyer, H. K. and Vecchia, D. F. (1986). "Model and design considerations for calibration in the presence of drift," Technical Report 86-5, Colorado State University.
17. Kacker, Raghu N. (July 31-August 4, 1994). "Industrial Calibration System," Proceedings of the workshop and symposium of the National Conference of Standards Laboratories, Chicago, pp. 523-541.
18. Kacker, Raghu N. and Koike, Masayoshi. (July 11-13, 1994). "Industrial Calibration System," Proceedings of International Conference: Statistics in Industry, Science and Technology, Tokyo, pp. 364-381.
19. Kanipe, L. G., Seale, S. K., and Liggett, W. S. (1979), "Evaluation of Standard Library Spectra for Use in the Least-Squares Resolution of Environmental Gamma-Ray Spectra," in Computers in Activation Analysis and Gamma-Ray Spectroscopy, eds. B.S. Carpenter, M.D. D'Agostino and H.P. Yule, CONF-780421, U.S. Department of Energy, pp. 448-455.
20. Kanipe, L. G., Seale, S. K., and Liggett, W. S. (1978), "Least-Squares Resolution of Gamma-Ray Spectra in Environmental Samples," TVA/EPA-78/02, Tennessee Valley Authority, Chattanooga, TN.
21. Larsen, N. T., Vecchia, D. F.and Sugar, G. R. (1985). "VOR calibration services," Technical Note 1069, National Bureau of Standards, 191 p.
22. Lechner, James A., Reeve, Charles P. and Spiegelman, Clifford H. (1982). "An Implementation of the Scheffe Approach to Calibration Using Spline Functions, Illustrated by a Pressure-Volume Calibration," Technometrics Vol. 24, No. 3.
23. Lechner, J. A., Reeve, C. P. and Spiegelman, C. H. (1982). "An implementation of the Scheffe' approach to calibration using spline functions, illustrated by a pressure-volume calibration." NBSIR 80-2151 and Technometrics 24, 229-234.
24. Lechner, James A., Reeve, Charles P. and Spiegelman, Clifford H. (1980). "A New Method of Assigning Uncertainty in Volume Calibration,"NBSIR 80-2151.
25. Liggett, W. S. (1994), "Replicate Measurements for Data Quality and Environmental Modeling," in Handbook of Statistics Volume 12: Environmental Statistics, (Monograph), eds. G. P. Patil and C. R. Rao, Amsterdam: North Holland Publishers, pp. 71-102.
26. Liggett, W. S. and Ehara, K. (1993), "Experimental Optimization of Peak Shape with Application to Aerosol Generation," in 1993 Proceedings of the Section on Physical and Engineering Sciences, Alexandria, VA: American Statistical Association, pp. 174-182.
27. Liggett, W. S. (1993), "Scientific Protocols in Statistical Standards for Environmental Studies," in 1993 Proceedings of the Section on Quality and Productivity, Alexandria, VA: American Statistical Association, pp. 38-43.
28. Liggett, W. S. (1985), "Statistical Aspects of Designs for Studying Sources of Contamination," in Quality Assurance for Environmental Measurements, ASTM STP 867, eds. J. Taylor and T. Stanley, Philadelphia, PA: American Society for Testing and Materials, pp. 22-40.
29. Liggett, W. S. (1984), "Detecting Elevated Contamination by Comparisons with Background," Environmental Sampling for Hazardous Waste, (Monograph), eds. G.E. Schweitzer and J.A. Santolucito, Washington, DC: American Chemical Society, pp. 119- 128.
30. Liggett, W. S. (1983), "Calibration for Measurements with Background Correction Applied to Uranium-235 Enrichment," Nuclear Instruments and Methods, 216, 455-470.
31. Mulrow, J. M., Vecchia, D. F., Buonaccorsi, J. P. and Iyer, H. K. (1988). "Problems with interval estimation when data are adjusted via calibration," Journal of Quality Technology, 20, 233-247.
32. Parobeck, P., Tomb, T., Ku, H. H. and Cameron, J. M. (1981). "Measurement assurance program for weighings of respirable coal mine dust samples," J. Quality Tech, 13(3), pp. 157-165.
33. Reeve, Charles P. (1988). "A New Statistical Model for the Calibration of Force Sensors," NBS Technical Note 1246.
34. Reeve, Charles P. (1980). "The Calibration of Angle Blocks by Intercomparison," NBSIR 80-1967.
35. Reeve, Charles P. (1979). "The Calibration of a Roundness Standard," NBSIR 79-1758.
36. Reeve, Charles P. and Veale, Ralph C. (1976), "The Calibration of a Pentaprism," NBSIR 76-993.
37. Reeve, Charles P. (1975). "The Calibration of Indexing Tables by Subdivision," NBSIR 75-750.
38. Reeve, Charles P. (1975). "The Calibration of an Optical Flat by Interferometric Comparison to a Master Optical Flat," NBSIR 75-975.
39. Reeve, Charles P. (1974). "A Method of Calibrating Two-Dimensional Reference Plates," NBSIR 74-532, (issued January 1980).
40. Reeve, Charles P. and Veale, Ralph C. (1973). "A Survey of the Stability of Optical Flats," NBSIR 73-232.
41. Shen, M. A.; Davis, G. T.; Mopsik, F.; Guthrie, W. F.; Chen, W. T.; Livingston, E.; Lee, L.; Robbins, W.; Lee, C.; Henderson, P.; Pecht, M.L.; Lee, C.Y.; Dion, J.; et. al., An Industry/Government/University Partnership: Measuring Sub-Micrometer Strain in Polymer Films. Proceedings of the IPC Printed Circuits Expo, April 1994; Boston, MA.
42. Souders, T. Michael and Lechner, J. A. (1980). "A technique for measuring the equivalent RMS input noise of A/D converters." IEEE Trans. on Instrumentation and Measurement, vol. IM-29, December 1980; also presented at ASA meeting, 251-256.
43. Stenbakken, G. N., Souders, T. M., Lechner, J. A. and Boggs, P. T. (1985). "Efficient calibration strategies for linear, time invariant systems." Proceedings 1985 AUTOTESTCON Conference, IEEE Press, New York.
44. Turgel, T., Mulrow, J. M. and Vecchia, D. F. (1988). "NBS phase angle calibration services," Special Publication 250-26, National Bureau of Standards, 107 p.
45. Turgel, T. and Vecchia, D. F. (1987). "Precision calibration of phasemeters," IEEE Transactions on Instrumentation and Measurement, 36, 918-922.
46. Varner, R. N. (1980). "Mass Calibration Computer Software," NBS Technical Note 1127.
47. Veale, Ralph C. and Reeve, Charles P. (1974). "A Survey of the Temporal Stability of Angle Blocks," NBSIR 74-601.
48. Vecchia, D. F., Iyer, H. K. and Chapman, P. L. (1989). "Calibration with randomly changing standard curves," Technometrics, 31, 83-90.
49. Vecchia, D. F. and Iyer, H. K. (1989). "Exact distribution-free tests for equality of several linear models," Communications in Statistics-Theory and Methods, 18, 2467-2488.
50. Vecchia, D. F. and Iyer, H. K. (1986). "Calibration in some random coefficient regression models," Technical Report 86-6, Colorado State University.
51. Vecchia, D. F. (1980). "Fourier transformation of the nonlinear VOR model to approximate linear form," Technical Note 1021, National Bureau of Standards, 24 p.
52. Wang, C. M., Vecchia, D. F., Young, M. and Brilliant, N. A. (1994). "Software for performing gray-scale measurements of optical fiber end faces," Technical Note 1370, National Institute of Standards and Technology, to appear, 18 p.
53. Whetstone, J. R., Pontius, P. E., Baker, S. M., Lechner, J. A. and Spiegelman, C. H. (1979). "Facts and fallacies of process tank calibration." Proceedings of the 20th Annual Meeting of the Institute of Nuclear Materials Management.
54. Yao, Y.C., Vecchia, D. F. and Iyer, H. K (1988). "Linear calibration when the coefficient of variation is constant," Essays in Honor of F. A. Graybill (J. N. Srivastava, Ed.), North-Holland, 297-309.
Kajian Tekno-ekonomi Layanan Kalibrasi (5/5)
0 komentar Rabu, 28 Januari 2009BAB V ANALISA EKONOMI
Dari model yang telah dibuat pada bab sebelumnya, maka pada bab ini diuraikan perhitungan NPV dan analisa resiko. NPV tersebut didapat dari nilai sekarang dari total net cash flow yang didapatkan berdasarkan proyeksi revenue dalam priode analisa. Sedangkan analisa resiko (risk analysis) dihitung berdasarkan perkiraan optimistik dan pesimistik net cash flow.
5.1 Proyeksi Layanan
Grafik 17. Model Tekno-ekonomi mencari NPV
Untuk mendapatkan proyeksi revenue harus dilakukan dulu pembuatan proyeksi order layanan untuk tahun 2010 sampai 2014. Proyeksi ini dibuat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
· Data order layanan tahun-tahun sebelumnya. Namun data ini tidak bisa menjadi satu-satunya faktor yang dapat dijadikan acuan untuk membuat proyeksi order. Karenanya penulis memutuskan untuk tidak membuat proyeksi order tahun 2010 sampai 2914 menggunakan teknik statistik analisa time series seperti moving average, regresi linier, dan sejenisnya.
· Masukan dari para teknisi kalibrasi, yang dapat memberikan info penting tentang proyeksi layanan ini, karena dalam operasional sehari-hari biasa melakukan kontak langsung dengan kastamer untuk membicarakan hal-hal teknis tentang proses dan hasil kalibrasi alat ukur kastamer.
· Masukan dari para rekan di bagian marketing, yang memiliki data tentang “customer behaviour”. Ada sebagian kastamer yang rutin setiap tahunnya meng-orderkan kalibrasinya ke Lab JayaAbadi MSC dengan jumlah alat ukur yang relatif tetap, ada yang rutin namun dengan jumlah alat ukur yang bervariasi, ada yang rutin dua tahun sekali, ada yang tidak rutin namun dengan jumlah alat ukur yang relatif tetap, ada yang tidak rutin dengan jumlah alat ukur yang bervariasi. Ini kemudian dipetakan juga ke dalam proyeksi order 2009 sampai 2014.
· Pengaruh regulasi terhadap proyeksi layanan. Pada ISO 17025 tahun 1999 (sebagai pengembangan dari ISO Guide 25 sebelumnya) ada klausul baru yang melarang Lab Kalibrasi memberikan rekomendasi masa kalibrasi setahun sekali (seperti yang biasa dilakukan sebelumnya) pada sertifikat kalibrasi, kecuali jika kastamer menghendakinya atau mengijinkannya. Sebagai konsekuensi logis dari klausul ini maka untuk selanjutnya kastamer tidak harus mengikuti “skenario” jadwal kalibrasi dari Lab, semua diserahkan kepada kastamer itu sendiri sebagai pemilik alat ukur. Regulasi ini memiliki dampak juga kepada jumlah order kalibrasi setiap tahunnya, walaupun dalam kenyataannya tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC.
· Pengaruh kompetitor terhadap order. Sejak tahun 2000-an sudah mulai muncul sejumlah kompetitor seperti Lab Kalibrasi KaliKali dan Nihon Denkei (ini adalah dua Lab yang tampak memiliki pangaruh cukup signifikan terhadap order Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC). Namun sebenarnya di lapangan ada beberapa Lab lainnya, dengan tingkat pengaruh kecil, seperti Lab Epson, LIPI, dll.
· Pengaruh teknologi (spesifikasi, metode) dan infrastruktur eksisting (spesifikasi, sistem mutu, SDM) didapatkan bahwa untuk kondisi saat ini tidak ada pengaruh signifikan terhadap order, karena semua sudah dinilai dalam suatu akreditasi ISO 17025 sehingga sudah masuk “syarat cukup” bagi kastamer sebagai bahan pertimbangan order layanan ke Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC. Untuk diketahui, semua parameter spesfikasi, metode, sistem mutu, bahkan kualitas SDM, sudah melalui filtering akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), sehingga tidak ada masalah yang berarti. Jika satu kalibrator atau standar tidak memenuhi klausul persyaratan ISO, maka scope layanan yang boleh dipraktekkan oleh Lab bisa digugurkan oleh KAN, sehingga Lab tidak diperbolehkan lagi menawarkan jasa kalibrasinya seperti semula.
Dan sebagai informasi mengenai akreditasi ini, Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC selalu berhasil mempertahankan status terakreditasi, dari tahun 1996 sampai kini. Hal ini disebabkan ini menjadi concern utama manajemen JayaAbadi MSC, karena menjadi syarat paling utama keberlangsungan operasional Lab.
· Untuk kualitas layanan (yang meliputi keramahan, kecepatan respons layanan, waktu antrian, dll) memang belum pernah dianalisa efeknya secara ilmiah terhadap proyeksi order. Secara kasat mata memang tidak terlalu berpengaruh, karena sampai saat ini umumnya kastamer memakai jasa Lab Kalibrasi karena persyaratan teknisnya, dan provider kalibrasi di lapangan memang tidak banyak karena mahalnya investasi membuat lab kalibrasi baru.
Namun demikian dalam tiga tahun terakhir, nampak mulai ada effort kompetitor yang perlu dicermati, seperti Lab Kalibrasi KaliKali dan Lab Nihon Denkei, yang dapat mengganggu market share yang selama ini didapatkan Lab kalibrasi JayaAbadi MSC. Mungkin sudah saatnya perlu ada analisa ilmiah tentang hal ini. Namun sesuai dengan Hipotesa pada bagian Pendahuluan, maka hal itu tidak dibahas dalam tulisan kali ini.
Dengan mensimulasikan beberapa skenario pengaruh faktor-faktor di atas terhadap proyeksi order yang kemudian berpengaruh langsung kepada proyeksi revenue, ditambah dengan berbagai masukan dari para teknisi dan engineer Lab kalibrasi, maka penulis membagi proyeksi order ini berdasarkan lima kategori, yaitu :
1. Very pesimistic projection, dimana jumlah ordernya mendekati 0.5 kali proyeksi order normal.
2. Pesimistic projection, dimana jumlah ordernya mendekati 0.7 kali proyeksi order normal
3. Normal Projection, sama dengan proyeksi order normal
4. Optimistic Projection, dimana jumlah ordernya mendekati 1.5 kali proyeksi order normal
5. Very Optimistic Projection, dimana jumlah ordernya mendekati 2 kali proyeksi order normal
Untuk selanjutnya lima kategori dan faktor pengali tersebut di atas akan digunakan untuk mendapatkan lima kategori net cash flow, yaitu :
1. Very pesimistic Net-cash-flow, dihitung sebagai 0.5 kali Normal Net-cash-flow
2. Pesimistic Net-cash-flow, dihitung sebagai 0.7 kali Normal Net-cash-flow
3. Normal Net-cash-flow
4. Optimistic Net-cash-flow, dihitung sebagai 1.5 kali Normal Net-cash-flow
5. Very Optimistic Net-cash-flow dihitung sebagai 2.5 kali Normal Net-cash-flow
Pembagian kategori dan faktor pengali ini akan digunakan pada bahasan untuk bagian 5.3 tentang Risk Analysis.
5.2 Perhitungan Net Present Value
Berdasarkan model dan mekanisme perhitungan ABC cost yang telah diuraikan pada bab 2, langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan nilai NPV adalah sebagai berikut :
1. Membuat skema pricing menggunakan metode ABC. Dan untuk itu dibutuhkan beberapa data pendukung antara lain elemen biaya tak langsung dan elemen biaya langsung. Kemudian ditentukan dulu aktivitas-aktivitas apa saja yang mengkonsumsi elemen biaya ini (yang terkait dengan produk) berikut resource driver-nya, sehingga dapat disusun suatu Activity Cost Matrix.
Pada penelitian ini, setelah dianallisa maka aktivitas-aktivitas bisa dibagi dalam 4 kelompok, yang pada penelitian ini dinamakan order, pra kalibrasi, kalibrasi dan administrasi. Ketiganya dianggap memiliki cost pool yang homogen.
“Order” adalah sebutan untuk kelompok aktivitas-aktivitas pada awal tahap layanan kalibrasi berikut :
· Menerima order kalibrasi melalui telepon atau email atau fax, sekaligus konfirmasi terhadap kemampuan pelayanan.
· Menerima kehadiran kastamer beserta alat ukurnya, untuk kemudian dilakukan verifikasi singkat tentang alat ukur tersebut. Verifikasi ini meliputi keadaan fisik, test awal (jika diperlukan), kemampuan kalibrasi Lab, availability dan kondisi kalibrator yang diperlukan, taksiran waktu penyelesaian kalibrasi, dan verifikasi identifikasi kastamer.
“Pra Kalibrasi” adalah sebutan untuk pengelompokan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk persiapan proses kalibrasi dilakukan, yaitu menyiapkan kalibrator atau standar apa saja yang diperlukan untuk kalibrasi suatu unit under test (UUT) tertentu. Pengkondisian lingkungan juga dilakukan di dalam kelompok aktivitas ini.
“Kalibrasi” adalah kelompok aktivitas ketika proses kalibrasi terhadap UUT dilakukan, dimana nilai penunjukan UUT dibandingkan dengan nilai yang menjadi referensi.
Sedangkan kelompok “administrasi” adalah sebutan untuk proses pasca kalibrasi, meliputi pengetikan sertifikat, proses verifikasi, pengiriman sertifikat, penagihan, dan proses administrasi lainnya kepada kastamer sampai kastamer mendapatkan alat ukurnya kembali (bersama sertifikat kalibrasi.
2. Elemen biaya dimasukkan dalam Activity Cost Matrix. Kemudian dicari hubungan antara kelompok biaya (cost pool) dengan elemen biaya, sesuai dengan resource driver yang telah didefinisikan untuk mewakili hubungan ini. Resource driver inilah yang akan menentukan berapa bagian dari suatu elemen biaya pada suatu kelompok biaya.
Contoh untuk elemen gedung kantor, setiap kelompok biaya tadi dibagi berdasarkan luas lantai sebagai resource driver-nya. Luas lantai untuk setiap kelompok aktivitas oder, pra-kalibrasi, kalibrasi dan administrasi dibedakan berdasarkan luas lantai yang ada di ruang masing-masing aktivitas tersebut. Kusus untuk pra-kalibrasi dan kalibrasi, keduanya berada dalam satu ruang, elemen biaya dibagi berdasarkan perkiraan luas untuk menampung perangkat kalibrator dan luas untuk menampung UUT.
Demikian seterusnya sampai semua elemen biaya terbagi habis.
Tabel. Activity Cost Matrix
3. Setelah itu ditentukan output measure untuk setiap cost pool tadi. Untuk kasus ini, output measure dianggap sama dengan activity driver, sebagai driver yang menghubunngkan antara produk dengan aktivitas. Untuk cost pool order, pra-kalibrasi, kalibrasi, administrasi dipilih output measure berturut-turut jumlah order, jumlah kalibrator, man hour dan jumlah UUT.
Masing-masing output measure ditentukan angkanya berdasarkan perkiraan setahun. Dalam penelitian ini dimasukkan sebagai rata-rata nilai dalam 5 tahun (waktu analisa). Maka bisa dicari activity rate, yang merupakan hasil bagi antara jumlah total setiap cost pool dengan output measure.
4. Disusun dulu BOA untuk setiap alat ukur (UUT). Misalnya untuk analog multimeter :
· Bill untuk order adalah 1/5 (karena di setiap order rata-rata 5 UUT).
· Bill untuk pra-kalibrasi adalah 2 (karena biasanya menggunakan dua kalibrator yaitu Fluke 5500 dan Decade Resistance).
· Bill untuk kalibrasi adalah 1 (karena proses kalibrasin biasanya memerlukan waktu hanya 1 jam)
· Bill untuk adminstrasi adalah 1 (sebagai jumlah UUT)
5. Dengan menggunakan activity rate yang telah didapatkan, ditambah dengan biaya langsung, dikalikan masing-masingnya dengan “bill” untuk setiap aktivitas (pada BOA yang telah disusun) menjadi floor price bagi layanan kalibrasi suatu alat ukur.
6. Floor price dibandingkan dengan tarif dari kompetitor, dan policy atau kebijakan dari manajemen. Jika floor price lebih besar daripada harga eksisting, perlu dianalisa apakah ini tidak mengganggu marketing. Sebenarnya perlu ada analisa lebih dalam tentang sensitivitas harga ini terhadap kastamer, namun dalam penelitian ini diasumsikan kastamer tidak terlalu sensitif pada perubahan harga.
Tabel. Perhitungan “Final Tarif” berdasarkan pertimbangan tarif kompetitor
Pertimbangan tingkat kompleksitas proses kalibrasi yang dilakukan juga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan harga final layanan ini. Dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah kalibrator yang digunakan, artinya semakin banyak kalibrator yang harus digunakan maka akan semakin kompleks pula proses kalibrasi yang harus dilakukan. Tetapi pada kenyataannya perlu juga dimasukkan pertimbangan tingkat kesulitan, yang dalam paper ini tidak dimasukkan sebagai bahan pertimbangan.
Untuk penentuan tarif final, maka dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
· Jika floor price lebih besar daripada tarif eksisting, maka digunakan saja tarif eksisting
· Jika floor price lebih tinggi daripada tarif tertinggi dari beberapa kompetitor yang ada, maka gunakan saja tarif kompetitor
· Final tarif adalah floor price dikalikan dengan faktor (1+x), dimana x adalah margin keuntungan yang diinginkan manajemen.
Pertimbangan di atas bisa disesuaiakan dengan kondisi dan keinginan manajemen. Tentu ini memerlukan banyak masukan dari teknisi dan rekan-rekan marketing untuk melakukan analisa lebih mendalam terhadap kondisi pasar dan kompetitor.
7. Dengan menggunakan final tarif dan proyeksi jumlah layanan per jenis UUT untuk tahun pertama sampai kelima, maka bisa didapatkan angka proyeksi revenue selama rentang waktu tersebut.
Tabel. Proyeksi Revenue selama 5 tahun
8. Dari proyeksi revenue ini, maka bisa dibuatkan tabel NPV
Tabel. Net Present Value
Gambar 18. Net Cash Flow dan Cumulative Net Cash Flow 2009 sampai 2014
5.3 Analisa Resiko (Risk Analysis)
Tujuan dilakukannya analisa resiko pada kasus ini adalah untuk mengetahui faktor ketidakpastian dalam analisa investasi dan proyeksi revenue dalam kurun waktu 5 tahun pengamatan. Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dulu dilakukan pemilihan metode analisa resiko yang digunakan, agar hasilnya dapat dengan baik menggambarkan situasi yang sebenarnya terjadi.
5.3.1 Pemilihan Metode Analisa Resiko
Dalam teori analisa resiko, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukannya. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Karenanya pengunaannya harus disesuaikan dengan kasus yang didahapi.
- Modifikasi Metode Certainty Equivalen
Metode ini memiliki problem dalam hal independensi data dari tahun ke tahun dan memerlukan judgment terhadap penentuan probabilitas yang dianggap “aman”.
- Analisa Sensitivitas
Metode ini memiliki kelemahan dalam hal tafsiran antara “Pesimis” dan “Optimis”. Antar variabel dalam analisa kemungkinan saling berkaitan, sehingga menyulitkan mendapatkan hasil yang natural sesuai dengan keadaan sebenarnya.
- Analisa Break-even
Metode ini memiliki kelemahan dalam hal biaya, yang harus bisa dibagi sebagai biaya tetap dan variabel. Dalam hal produk, metode ini mensyaratkan satu jenis produk saja, atau boleh lebih dari satu jenis asalkan komposisi produk dianggap tetap.
- Metode Simulasi (Monte Carlo)
Metode ini sebenarnya dapat membuat perhitungan menjadi semakin “alami”, namun demikian perhitungannya akan semakin kompleks jika variabel yang terlibat makin banyak dan makin variatif.
Melihat dari kesesuaian dengan model yang dibuat pada bahasan sebelumnya, maka penulis memilih metode modifikasi Metode Certainty Equivalent sebagai metode yang dianggap paling cocok dengan kasus pemodelan perhitungan NPV pada Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC, dengan alasan sebagai berikut :
1. Analisa Sensitivitas agak sulit untuk menggambarkan sikon sebenarnya karena banyak variabel yang saling mempengaruhi, sehingga sulit untuk mengasumsikan salah satu variabel saja yang nilainya berubah sedangkan beberapa variabel lain dianggap tetap.
2. Analisa Break-Even juga tidak cocok digunakan karena produk yang ditawarkan oleh Lab cukup banyak, bukan hanya kalibrasi, tapi juga pelatihan, konsultasi dan sewa alat ukur, disamping di dalam produk kalibrasi itu sendiri menawarkan ratusan jenis alat ukur dengan tarif yang berbeda-beda, tidak bisa diseragamkan.
3. Analisa menggunakan Metode simulasi sebenarnya bisa dicobakan untuk kasus ini, namun karena variabelnya banyak, dengan sebagiannya cenderung ke arah pertimbangan kualitatif, maka analisa ini tidak digunakan.
5.3.2 Perhitungan pada Analisa Resiko
Angka Net cash flow per tahun pada perhitungan NPV sebenarnya berbanding lurus dengan hasil proyeksi revenue. Sedangakn proyeksi revenue ini sangat bergantung pada proyeksi order per tahun. Berdasarkan Proyeksi Order inilah perlu dibuat beberapa probabilitas mendapatkan beberapa proyeksi angka NPV. Pada tulisan ini probabilitas tersebut dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut Very Pesimistic Net Cash Flow, Pesimistic Net Cash Flow, Normal Net Cash Flow, Optimistic Net Cash Flow dan Very Optimistic Net Cash Flow. Penentuannya berdasarkan hasil diskusi dengan para teknisi Lab dan rekan maketing JayaAbadi MSC.
Maka didapatkan perhitungan sebagai berikut :
Tabel. Perhitungan Analisa Resiko
Maka dengan menggunakan rumus :
didapatkan probabilitas 95 % mendapatkan NPV dari 117 juta sampai 1.41 Milyar.
Gambar 19. Grafik Analisa Resiko pada Proyeksi NPV (Prob 95%)
Sedangkan agar dapat meihat aspek resiko di sini, maka dicari probabilitas mendapatkan NPV lebih dari nol (dianggap kondisi ini masuk kategori tidak merugi). Gambarnya adalah sbb :
Gambar 20. Grafik Analisa Resiko pada Proyeksi NPV yang Bernilai Positif
Tampak bahwa 99% service kalibrasi JayaAbadi MSC kemungkinan tidak merugi, walaupun bukan berarti pasti untung secara signifikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dari semua uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
- Offered Uncertainty lebih memiliki kegunaan riil kepada kastamer karena menggunakan pendekatan yang lebih uptodate, customized, sesuai dengan jenis alat ukur milik kastamer.
- Dari berbagai masukan pemodelan yang meliputi skenario investasi, proyeksi revenue dan proyeksi anggaran operasional, maka NPV yang didapatkan adalah 763 juta. Angka ini di luar opportunity lost JayaAbadi, misalnya pada tahun 2006 menunjukkan angka Rp 13 M.
- Hasil dari risk analysis menunjukkan bahwa kemungkinan 99.1 % Lab Kalibrasi akan mendapatkan NPV di atas nol untuk jangka waktu pengamatan 5 tahun.
Saran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian perlu diperluas pada jenis input persepsi kastamer, misalnya aspek willingness-to-pay, market share, dan kemampuan berkompetisi.
2. Perlu diadakan penelitian tentang kualitas layanan eksisting terutama pada manajamen antrian layanan karena masalah ini terkadang melampaui ekspektasi teknis dari kastamer
3. Perlu ada pembagian yang lebih tegas tentang anggaran yang benar-benar digunakan atau dibutuhkan oleh Lab kalibrasi sehingga ke depannya bisa dihitung parameter ekonominya dengan lebih akurat dan ini berpotensi lebih bisa memberikan manfaat riil.
Kajian Tekno-ekonomi Layanan Kalibrasi (4/5)
1 komentarBAB IV ANALISA TEKNIS
4.1 Model Perhitungan Accuracy berdasarkan metode BMC
Untuk mengukur tingkat ketelitian dan akurasi yang mampu diberikan oleh suatu Lab Kalibrasi memang tidak sederhana, karena perlu melakukan audit secara komprehensif dan perbandingan “aple to aple” dengan lab lain yang menawarkan jasa sejenis.
Dari pengalaman operasional kalibrasi selama ini, ada beberapa faktor biasa dijadikan bahan pertimbangan kastamer untuk memilih suatu Lab adalah :
· Sertifikasi yang bisa didapatkan, untuk Nasional adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN) sedangkan untuk luar negeri yang sudah memiliki nama besar antara lain NAMAS (Inggris), NATA (Australia), NIST (USA).
· BMC yang mampu dihasilkan dalam proses kalibrasi. BMC ini analogi dengan “nilai saham” untuk gambaran kemampuan teknis. BMC ini terdaftar di website KAN dan selalu menjadi obyek audit setiap tahunnya. Dari sini, kastamer bisa melihat seberapa besar akurasi yang akan didapatkannya jika mengkalibrasikan alat ukurnya ke suatu Lab.
· Kemampuan teknis Lab, yang biasanya didapatkan dari pengalaman ketika melakukan kalibrasi di Lab tersebut, terutama jika teknisi melakukan kalibrasi ditempat kastamer (on site) dimana kastamer lebih leluasa untuk “mengawasi” kerja teknisi kalibrasi.
· Kualitas service kalibrasi, utamanya dalam hal kecepatan respon, kecepatan layanan,
kemudahan, keramahan pelayanan, dll.
Dari website bsn.or.id, didapatkan keterangan bahwa BMC terkait current area dan impedance adalah sbb :
Pertanyaannya apakah ini cukup informatif pada kastamer ?
Ada beberapa kelemahan pada BMC yang sudah diapprove oleh KAN ini, terutama bagi Lab Kalibrasi JayaAbadi antara lain :
· Tidak memberikan nilai akurasi sesungguhnya yang diinginkan kastamer. BMC memang dibuat bukan untuk UUT yang memiliki tingkat ketelitian bermacam-macam. BMC hanya dibuat untuk menunjukkan tingkat akurasi tertinggi yang mungkin bisa dilakukan oleh suatu Lab, sehingga spesifikasi UUT tidak perlu disebutkan di daftar BMC tersebut.
· BMC yang ada masih dirasakan minim informasi bagi kastamer, sehingga untuk mendapatkan informasi yang cukup sebagai pertimbangan “go or no go” untuk melakukan order kalibrasi, masih membutuhkan keterangan lain yang lebih detail dari Lab.
· BMC ini adalah hasil kesepakatan antara KAN dengan Lab, sehingga terkadang dalam beberapa kasus bukan merupakan gambaran kemampuan sesungguhnya dari suatu Lab.
· Dari sudut pandang Lab sendiri, selama ini BMC menjadi satu-satunya dokumen tentang akurasi. Perlu ada dokumen lain yang lebih rinci, dengan akses yang lebih cepat dan mudah baik bagi personel Lab maupun kastamer sendiri.
Karena itu dibutuhkan adanya suatu sistem selain BMC, didukung teknologi IT, berupa suatu database yang mengakomodasi masukan dari beberapa parameter, mudah diedit atau diubah besaran dan parameter-parameternya. Dan dalam penelitian ini disodorkan konsep model perhitungan “commercial uncertainty” yang penulis sebut dengan Offered Uncertainty.
4.2 Offered Uncertainty, sebuah alternatif Model Perhitungan Accuracy
Masukan-masukan untuk perhitungan Offered Uncertainty (untuk selanjutnya disingkat OU) ini merujuk kepada “model bottom up diperluas” yang sudah diuraikan pada bahasan pemodelan pada bab sebelumnya. Maka didapatkan model perhitungan offered uncertainty yang dipersentasikan pada gambar di bawah ini.
Gambar 15. Model Perhitungan Offered Uncertainty
Langkah-langkah perhitungan OU adalah sbb :
a. Masukan-masukan pada model ini akan dianalisa lebih dalam, kemudian dilihat dampaknya terhadap OU. Jika signifikan pengaruhnya, maka buatkan distribusi normalnya (karena semua input nanti akan dinormalkan sehingga secara total akan menghasilkan distribusi normal untuk angka OU).
Catatan :
Spesifikasi perangkat umumnya menggunakan distribusi rectangular, sehingga untuk mendapatkan standard uncertainty-nya diperoleh dengan membagi angka spesifikasi dengan angka
Infrastruktur eksisting, misalnya pengaruh suhu dan kelembaban, jika signifikan maka harus dimasukkan pula dalam model. Dan distribusi yang digunakan adalah rectangular. Angka uncertainty-nya sendiri bisa didapatkan dari buku manual / katalog, ataupun dengan melakukan eksperimen sendiri.
SDM sebagai pelaksana kalibrasi memegang peran sangat penting dalam pemodelan ini, karena antar teknisi terkadang bisa berbeda ketelitian dalam proses produksi, walaupun sudah ada standarisasi melalui quality work instruksi (QWI), dimana setiap teknisi wajib melakukan kalibrasi berdasarkan metode yang tertulis pada QWI tersebut. Jika ada kondisi dimana ada kemungkinan perbedaan hasil seperti ini, maka muncul inkonsistensi, dan hal ini memperbesar uncertainty yang dihasilkan. Solusi yang ada adalah dengan melakukan proficiency testing, dengan perbedaan (delta) antar teknisi yang ada kemudian menjadi besaran yang akan dijadikan input dalam model. Distribusi yang digunakan tergantung dari hasil analisa statistik, namun nantinya harus dinormalkan.
Di tengah-tengah masa kalibrasi, perlu dilakukan pengecekan antara untuk calibrator atau standard. Jika dari kegiatan ini muncul kecurigaan adanya deviasi dengan hasil yang ditunjukkan sertifikat atau spesifikasi pabrikan, maka deviasi ini harus bisa diakomodasikan sebagai input pada model.
Untuk parameter Sertifikat kalibrasi, perlu diketahui dulu distribusi apa yang digunakan sebagai asumsi perhitungan oleh Lab Kalibrasi yang melakukan kalibrasi terhadap calibrator atau standar (biasanya di luar negeri). Untuk selanjutnya distribusi dan angka-angka uncertainty yang terkait harus disesuaikan dengan metode perhitungan Lab JayaAbadi.
Untuk pengaruh Demand, kondisi ekonomi dan BMC yang dimiliki kompetitor, ketiga faktor ini memiliki efek tidak langsung. Jadi jika ada demand dimana memerlukan suatu uncertainty yang lebih baik lagi dibandingkan dengan OU, maka Lab harus melakukan analisa mendalam atas kemungkinan untuk bisa mengurangi faktor-faktor masukan uncertainty. Mungkin ada yang bisa dikurangi besarnya, atau mungkin perlu menghitung lagi untuk titik-titik ukur tertentu. Atau bisa jadi jika memang BMC kompetitor jauh lebih baik dibanding OU yang dimiliki Lab, dan ternyata kompetitor memiliki calibrator yang relatif sama dengan yang dimiliki Lab JayaAbadi, maka solusi lainnya mungkin adalah dengan melakukan kalibrasi ke Lab lain di luar negeri yang lebih baik akurasinya, sampai calibrator bisa mendapatkan angka akurasi yang lebih teliti (uncertainty yang lebih kecil). Singkatnya, ada beberapa variasi teknis dalam menilai pengaruh deman, kondisi ekonomi dan BMC kompetitor ini.
b. Perhitungan offered uncertainty tidak menggunakan metode baru, tetap menggunakan kaidah atau aturan KAN dan ISO Guide 17025.
4.3 Contoh Perhitungan Offered Uncertainty
Proses input sampai perhitungan Offered Uncertainty sebaiknya dilakukan memanfaatkan IT. Bisa dibuat database sederhana misalnya menggunakan mySQL, dibalut dengan aplikasi PHP, maka bisa dibuat aplikasi web. Pada tahap awal, bisa digunakan di sekitar jangkauan LAN di sekitaran kantor saja, namun nantinya bisa diporting sampai ke level yang lebih luas. Agak sulit jika model perhitungan offered uncertainty ini mengunakan cara lama (manual), akan terlalu banyak waktu yang akan terbuang.
Berikut diberikan contoh langkah-langkah perhitungan offered uncertainty untuk parameter pengukuran DC Voltage berdasarkan pemodelan yang telah dibuat sebelumnya.
1. Masukkan semua macam input yang bisa mempengaruhi uncertainty berbasiskan model, seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut :
1. Dari tiap input yang ada, carilah sumber uncertainty-nya dan deskripsi kondisi yang menyertainya. Sumber uncertainty bisa lebih dari satu untuk tiap satu input, demikian juga kondisinya. Kombinasi antara sumber nama input, kondisi dan sumber uncertainty ini memberikan besar sumbangan yang berbeda-beda pada uncertainty gabungan.
2. Untuk setiap baris, carilah jenis distribusi, nilai dan satuannya. Carilah ketidakpastian bakunya, yaitu dengan cara membagi nilai dengan divider.
Catatan :
Sesuai dengan Pedoman Evaluasi dan Pelaporan Ketidakpastian Pengukuran dari KAN, divider untuk beberapa distribusi adalah sbb :
a. Pada distribusi kemungkinan rectangular, ketidakpastian bakunya diperoleh dengan membagi semi-range ‘a’ dengan
b. Pada distribusi kemungkinan rectangular, ketidakpastian bakunya diperoleh dengan membagi semi-range ‘a’ dengan
c. Pada distribusi kemungkinan bentuk-U, ketidakpastian bakunya diperoleh dengan membagi semi-range ‘a’ dengan
d. Pada distribusi Gaussian atau Normal, ketidakpastian bakunya diperoleh dengan membagi uncertainty dengan faktor cakupan yang tepat berdasarkan tabel distribusi-t, yaitu dimana U adalah uncertainty bentangan tingkat kepercayaan tertentu dan k adalah faktor cakupan.
3. Maka didapatkan uncertainty baku untuk tiap sumber uncertainty ini berikut dividernya.
1. Akhirnya didapatkan uncertainty akumulasi dari semua ketidakpastian baku yang didapatkan, angka 5.2 ppm (menggunakan k = 2, dengan confidence level 95%).
Catatan :
· Untuk kondisi yang berbeda, maka nilai yang dimasukkan akan berbeda pula, bahkan dividernya pun bisa berubah, sesuai dengan kondisi yang terjadi. Misalnya jika terjadi kasus adanya refleksi konektor frekuensi radio pada suatu pengukuran, maka parameter ini harus dimasukkan dalam perhitungan, dan distribusi yang digunakan adalah distribusi kemungkinan bentuk U.
· Perhitungan ini sebaiknya dimasukkan dalam suatu database, sehingga memudahkan dalam perhitungan dan penyimpanan nilai-nilainya.
Kajian Tekno-ekonomi Layanan Kalibrasi (3/5)
0 komentarBAB III DATA
Pada bab ini akan diuraikan sebagian besar data yang akan diolah dan dianalisa untuk mencapai tujuan penelitian ini.
Data-data yang dimaksud antara lain :
1. Tarif eksisting
2. Data recall tahun sebelumnya (5 tahun ke belakang), yang berisi informasi tentang alat kastamer dan alat ukur yang dikalibrasi ke Lab
3. Spesifikasi kalibrator (standar) yang dibeli sebagai investasi
4. Data elemen biaya operasional Lab
3.1 Saving Cost MSC untuk JayaAbadi
Jika dibandingkan dengan menggunakan jasa outsource (jasa maintenance di luar MSC), maka akan ada penghematan sebesar hampir 40 % (data tahun 2007). InI cukup signifikan, walaupun harus juga disertai dengan tinjauan dari sisi efektivitas, efisiensi dan dukungan nyata yang dirasakan pengguna jasa MSC.
Dari seluruh alat ukur yang dikalibrasi, selamat lima tahun terakhir sudah menunjukkan angka total sebesar hampir 4500 alat ukur, yaitu dari JayaAbadi sekitar Jakarta dan Jawa Barat. Dan dari jumlah itu, ada sekitra 10% diantaranya adalah alat ukur dari kastamer non JayaAbadi (sekitar 500). Dan sejumlah inilah yang sebenarnya berbayar, MSC mendapatkan fresh money. Namun demikian, sesuai dengan garis kebijakan dari Corporate (JayaAbadi), MSC memiliki kewajiban utama untuk melakukan kalibrasi seluruh alat ukur yang dijaminkan ISO 9000 atau sesuai dengan Sistem Mutu yang diterapkan JayaAbadi.
Inilah yang menjadi alasan mengapa bisnis Kalibrasi ini akhirnya tidak didisain secara optimal untuk meningkatkan pangsa pasar secara agresif. Pasar non JayaAbadi akan digarap dengan alasan “hanya mengisi waktu kosong”, saat tidak melakukan kalibrasi untuk intern JayaAbadi sendiri.
Pada penelitian ini, fokus utama analisa keuangan adalah pada pasar non JayaAbadi tersebut, dengan memperhatikan rencana investasi pada tahun 2009 ini untuk standar atau calibrator yang baru, namun dengan tetap mengoptimalkan infrastruktur eksisting yang ada.
3.2 Spesifikasi Digital Multimeter Agilent 3458
Dengan feature dasar sbb :
· 8 ½ digits dengan resolusi 10 nV DC
· 8-ppm 1 tahun akurasi dcV, dengan opsi 4-ppm
· 0.05 ppm dcV transfer accuracy
· 100,000 pembacaan tiap detiknya dengan 4 ½ digits
· Pengukuran dengan 2- and 4-wire ohms dengan kompensasi ofset
· Superior dalam pengukuran dalam fungsi AC voltage
· Extraordinary uncertainty
o 0.6 ppm untuk 24 hours dalam dc volt
o 2.2 ppm untuk 24 hours dalam Ohm
o 100 ppm mid-band ac volts
o 3 ppm per year voltage reference stability
· Superb transfer measurements
o 0.1 ppm dc volts linearity
o 0.1 ppm dc volts transfer capability
o 0.01 ppm rms internal noise
Gambar 9. Calibrator Fluke 8508
Agilent 3458A adalah multimeter kelas dunia yang dikenal memiliki kinerja tinggi, menyediakan kecepatan dan akurasi baik untuk penggunaannya di lab R&D, produksi dan kalibrasi. Alat ini adalah multimeter yang tercepat dan terakurat yang dimiliki Agilent Tech. Diklaim akan memberikan solusi yang efisien dari sisi waktu dan biaya.
Berikut diberikan beberapa produk Agilent dengan gambaran spesifikasinya masing-masing. Tampak bahwa dalam perbandingan tersebut, 3458 memiliki keunggulan tertinggi.
Keterangan tambahan :
· 3458 memiliki akurasi absolut ±100 ppm untuk 45 Hz sampai 1 kHz dan ±170 ppm absolute accuracy sampai 20 kHz
· 3458 memiliki dua sumber kalibrasi artifact, dari sumber 10 dcV yang presisi dan 10 kΩ resistor yang juga presisi. Semua range dan fungsi secara otomatis terkalibrasi menggunakan pengukuran internal ratio transfer relatif terhadap kedua standar eksternal tersebut. Ini dilakukan dengan menggunakan perintah ACAL, jadi jika lingkungan berubah, maka auto-cal akan mengoptimalkan akurasi pengukuran.
Catatan : spesifikasi di sini hanya rangkuman saja, masih banyak spesifikasi lain dari 3458 yang tidak dimasukkan dalam uraian di sini.
3.3 Spesifikasi Digital Multimeter Fluke 8508
Gambar 10. Fluke 8508 reference Multimeter
Summary Specifications | |
Voltage DC | |
Range: | 0 to ± 1050 V |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 3 ppm of reading |
Voltage AC | |
Range: | 2 mV to 1050 V, 1 Hz to 1 MHz |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 65 ppm of reading |
Current DC | |
Range: | 0 to ± 20 A |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 12 ppm of reading |
Current AC | |
Range: | 2 µA to 20 A, 1 Hz to 100 kHz |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 250 ppm of reading |
Resistance | |
Range: | 0 to 20 GΩ |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 7.5 ppm of reading |
Temperature | |
Range: | Range: -200 °C to 660 °C |
Best 1 Year Absolute Specification: | ± 2.5 m °C* |
Keterangan tambahan :
· Fluke 8508 ini bisa difungsikan menggantikan 8 alat ukur yaitu multimeter, resistance bridge, voltage divider, null detector, ac/dc transfer standard, precision thermometer, ac/dc shunt resistors dan electrometer/pico-ammeter
· Dalam pengukuran resistance measuremen, alat ini memiliki range dari 2 Ω to 20 GΩ dengan resolusi terendah 10 nΩ. Tetapi kinerja terbaik pada pengukuran resistansi ini tidak berhenti pada spesfikasi ini saja, tetapi suatu teknik tertentu dikembangkan untuk memperbaiki hasil ukur, misalnya ketika melakukan pengukuran rasio, arus yang sama dimasukkan kepada kedua resistance, dan hanya pengukuran yang di-switch. Arus pengukuran kemudian dibalik untuk mengeliminasi error yang diakibatkan efek termal.
· Pada pengukuran temperatur, bisa dilakukan dengan 2, 3 atau 4 kawat PRT atau SPRT, dengan range pengukuran dari -200 ºC sampai 660 ºC. Dengan pembacaan temperatur dan resistance sekaligus, ITS-90 dan Callendar van Dusen Linearization’s the 8508A adalah alat ideal untuk pengukuran temperatur dan aplikasi kalibrasi PRT. Dan seperti pada resistance, teknik current reversal digunakan untuk menghilangkan thermal emf error.
· Tentang harga, dari http://www.testbuyer.com/price-5504590F0CA7.htm#mfr, didapatkan bahwa harga dengan special add-on modules, options, or upgrades (www.used-line.com menyebutnya dengan “ULV - Used-Line.com Value”) adalah $10,000
3.4 Spesifikasi Impedance Standard dan Meter
Untuk impedance baik meter maupun source, Lab Kalibrasi MSC memiliki kekurangan dalam akurasinya. Beberapa kasus terjadi selama dua tahun terakhir bermula dari kurang baiknya lagi akurasi yang dimilikinya. Karena itu dalam investasi, sebenarnya perangkat-perangkat inilah yang menjadi prioritas utama. Namun demikian, tentu perlu dipertimbangkan mekanisme pembelian secara bertahap, karena jika membeli semua seri lengkap dari mulai nilai impedance terkecil sampai besar, ini akan memakan biaya yang sangat besar.
Dari hasil analisa terhadap beberapa produk, direncanakan untuk melakukan investasi untuk alat-alat sebagai berikut :
3.4.1 Quadtech LCR Meter 7600 Plus
Gambar 11. LCR Meter 7600 Plus (Quadtech) | Gambar 12. High Precision LCR Meter 821 (GW Instek) |
Sebenarnya ada pilihan lain yaitu produk GW Instek LCR Meter 821, tetapi berdasarkan pertimbangan teknis, maka teknisi sepakat untuk lebih memilih produk Quadtech. Hal ini salah satunya mempertimbangkan karena kinerja produk Quadtech sebelumnya (resistance standard) yang sudah dipakai oleh Lab selama hampir 10 tahun.
Berikut diberikan perbandingan antara 7600 Plus dengan alat ukur sejenis.
3.4.2 IET (Genrad) Standard Capacitor
Dikombinasikan dengan resistor eksternal, capacitor ini juga menjadi standard untuk faktor disipasi. Bahan pembuatnya dibuat stabil dan memiliki koefisien temperatur yang rendah.
Gambar 13. Primary Standard Capacitor 1404 Series | Beberapa feature : · Standard Nasional · Nilai yang tersedia adalah 10, 100 dan 1000 pF · Stability 20 ppm/tahun, bahkan secara tipikal lebih baik dari angka ini. · Hermetically sealed in dry nitrogen · Primary Standard Capacitor · Electronic cat/1404 p1/07-19-05 · Koefisien suhu untuk Capacitance: 2 ±2 ppm/°C untuk seri 1404-A dan -B, 5 ±2 ppm/°C untuk seri 1404-C, dengan suhu operasi dari -20°C to +65°C. · Nilai yang terukur, dengan akurasi ±1 ppm/°C akan diberikan pada sertifikat kalibrasinya. |
Catatan lain pada brosur elektronik untuk primary standard capacitor ini adalah bahwa proses kalibrasinya (yang dilakukan di pabrik IET) dilakukan pada kondisi 1 kHz dengan suhu 23° ±1°C. Nilai ukurnya dilakukan dengan melakukan perbandingan dengan tingkat presisi ±1 ppm terhadap standard referensi. Standard ini sendiri memiliki akurasi mencapai ±5 ppm, dan dipelihara secara teratur pada NIST (National Institute of Standards and Technology) secara periodik.
.
3.4.3 IET (Genrad) Standard Inductor
Gambar 14. IET Labs 1482 Primary Standard Inductor series | Beberapa feature : · Sebuah standard untuk lab sekelas nasional · Stability di bawah ±0.01% per year; secara tipikal lebih baik dari angka ini · Nilai antara 10 µH sampai 10 H · Standard untuk quality factor · Low, known temperature coefficient · Self-shielding toroidal design |
Feature lainnya :
Kajian Tekno-ekonomi Layanan Kalibrasi (2/5)
0 komentar
Bab ini akan menguraikan model analisa tekno ekonomi yang digunakan berikut alasan pemilihannya berdasarkan analisa permasalahan yang ada dengan membandingkan beberapa alternatif yang tersedia dalam teori terkait. Model analisa ini akan menciptakan kebutuhan input dan output, yang cenderung majemuk karena keinginan untuk dapat menampilkan karakter komprehensif pada pemodelan dan hasil yang diinginkan, walaupun tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan batasan dari availability data yang mampu didapatkan.
Setelah model berhasil dibuat, maka langkah selanjutnya akan mengupas satu persatu input, output, dan proses dalam model ini. Landasan teori terkait ditampilkan pada bab ini, untuk dijadikan basis pembuatan pembahasan tentang analisa teknik dan ekonomi pada bab-bab berikutnya.
2.1 Pengertian Kalibrasi
Kalibrasi memiliki pengertian yang berbeda-beda baik secara teoritis apalagi praktis. Namun demikian, ISO sudah membuat definisi resmi untuk kalibrasi ini agar menjadi standar bagi dunia metrologi secara internasional.
Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM), kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Nilai yang sudah diketahui ini biasanya merujuk ke suatu nilai dari kalibrator atau standar, yang tentunya harus memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada alat ukur yang di-tes (biasa disebut unit under test atau UUT). Ini sesuai dengan salah satu tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran pengukuran atau menjaga agar traceability link ini tidak putus.
Manfaat apa saja yang didapatkan dari kegiatan kalibrasi ini ?
· Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
· Dapat mengetahui seberapa jauh perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Unsur-unsur suatu proses kalibrasi antara lain :
1. Adanya obyek ukur (Unit Under Test)
2. Standar ukur, berupa alat standar kalibrasi, prosedur/Metrode standar, yang mengacu ke standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri oleh laboratorium yg sudah teruji dengan terlebih dulu dilakukan verifikasi.
3. Operator / Teknisi yang telah memenuhi persyaratan mempunyai kemampuan teknis kalibrasi dan bersertifikat.
4. Lingkungan yg dikondisikan, yaitu dengan melakukan kontrol ketat terhadap suhu dan kelembaban, minimalisasi gangguan faktor lingkungan luar sebagai sumber ketidakpastian pengukuran.
Sedangkan hasil dari proses kalibrasi tersebut antara lain :
1. Nilai obyek ukur
2. Nilai Koreksi/Penyimpangan
3. Nilai uncertainty (ketidakpastian) pengukuran yaitu dengan memperhitungkan semua sumber uncertainty yang ada di dalam metode perbandingan yang digunakan
4. Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi, TUR (Test Uncertainty Ratio).
Catatan : TUR adalah perbandingan antara ketidakpastian karakteristik instrumen yang dikalibrasi terhadap ketidakpastian instrumen kalibratornya (spesifikasi alat bisa dianggap sebagai ketidakpastian terbesar)
Untuk penentuan interval kalibrasi, untuk electrical testing, sebagian besar biasanya dinyatakan secara periodik harus dilakukan kalibrasi, walaupun dalam beberapa kondisi penentuannya harus dengan memperhitungkan pula kondisi pemakaian, frekuensi pemakaian sampai ke persoalan bagaimana melakukan perawatannya.
Penentuan interval kalibrasi :
1. Kalibrasi harus dilakukan secara periodik
2. Selang waktu kalibrasi dipengaruhi oleh jenis alat ukur, frekuensi pemakaian, dan pemeliharaan.
3. Bisa dinyatakan dalam beberapa cara :
a. Dengan waktu kalender, misalnya 1 tahun sekali
b. Dengan waktu pemakaian, misalnya 1000 jam pakai
c. Kombinasi cara pertama dan kedua, tergantung pada mana yg lebih dulu terca-pai
2.2 Model Analisa Tekno Ekonomi
Model umum yang akan digunakan adalah model Bottom Up, yang nantinya akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pemodelan di Lab Kalibrasi. Model ini umumnya digunakan pada model tekno ekonomi di bidang telekomunikasi, sehingga pada penelitian model mengalami perubahan sedikit karena model tersebut diterapkan dalam investasi di bidang kalibrasi, yang jelas berbeda dengan telekomunikasi secara umum walaupun secara prinsip memiliki kesamaan logika.
Model ini dipilih karena cukup memberikan tuntunan umum dan menyeluruh untuk mengidentifikasi masukan, keluaran dan fungsi model. Model ini juga cukup komprehensif karena sudah memberikan semua parameter dasar perhitungan NPV, dan sudah memenuhi syarat cukup jenis parameter yang digunakan dalam analisa tekno ekonomi karena sudah memasukkan unsur ekonomi dan teknik.
Gambar 3. Model Bottom-up investasi di bidang telekomunikasi
Dari model tersebut, ada beberapa parameter yang bisa dianalisa untuk mendapatkan model tekno ekonomi yang benar-benar komprehensif, yaitu :
1. Parameter-parameter teknis, meliputi :
a. Best Measurement Uncertainty (BMC), yaitu uncertainty terbaik yang secara sah boleh ditawarkan kepada kastamer. BMC ini menjadi salah satu pertimbangan teknis utama kastamer untuk melakukan order kalibrasi kepada suatu Laboratorium Kalibrasi.
b. Penyesuaian metode kalibrasi terhadap spesifikasi teknis dari calibrator baru tersebut.
c. Mutu teknis hasil kalibrasi
d. Pengaruh kondisi lingkungan baik di dalam la maupun on-site (di lingkungan di luar Lab dimana proses kalibrasi dilakukan).
2. Parameter-parameter non teknis, meliputi :
a. Pentarifan (Pricing)
b. Faktor-faktor profitability, misalnya NPV, IRR dan PB
c. Parameter-parameter antrian dalam layanan yang diberikan kepada kastamer, misalnya waktu tunggu, waktu layanan, waktu respon, dll.
d. Image, di mata kastamer dan KAN
e. Kemampuan SDM baik teknisi, administrasi, maupun manajemen
f. Kemampuan pengembangan di masa datang
Gambar 4. Model Bottom-Up Analisa Tekno Ekonomi
Namun sesuai dengan batasan masalah pada penelitian kali ini, input-input untuk Analisa Tekno Ekonomi yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Skenario :
a. Regulatory Scenario, yang menggambarkan competitor dan market share yang dimiliki-nya dalam bidang layanan kalibrasi. Dalam operasional lab kalibrasi, regulasi yang ditaati adalah ISO 17025 (sebagai “undang-undang dasar” laboratorium kalibrasi dan test sedunia) dan aturan-aturan Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Dalam penelitian ini, model dan perhitungan uncertainty nanti disesuaikan dengan requirement dari kedua badan tersebut.
b. Environmental Scenario, yang menggambarkan sebaran kastamer dan infrastruktur eksisting di pasar layanan kalibrasi.
Dalam skenario environmental ini, tidak dibahas detail tentang sebaran kastamer, peta persaingan atau industri terkait, tetapi hanya sebatas pembandingan tarif dengan pesaing-pesaing utama. Dan saat pembahasan tentang probabilitas mendapatkan suatu nilai-nilai NPV per tahunnya nanti, faktor pembandingan tarif ini akan menjadi pertimbangan teknisi-teknisi untuk melakukan judgment probabilitas dimaksud.
c. Service Scenario, menggambarkan tipe-tipe layanan kalibrasi, tarif kalibrasi, dan penetrasi layanan.
d. Technology Scenario, mendeskripsikan berbagai strategi teknologi yang diterapkan sampai ke level prosedur.
2. CAPEX (Capital Expenditure), berupa Investasi kalibrator, accessories dan extension toolkit yang diperlukan.
Pada tahun 2009 ini, Manajemen Lab telah meng-angarkan sejumlah dana untuk pembelian calibrator sebagai berikut :
a. Fluke 8508
b. Agilent 3458
c. IET Capacitance Standard Series
d. IET Inductance Standard Series
e. Fluke Metcal versi 7
3. OPEX (Operational Expenditure) yang meliputi Operasi, Administrasi, Maintenance, Provisioning. OPEX yang digunakan di Lab secara keseluruhan akan dikompensasikan terhadap revenue yang diperoleh dari kastamer non JayaAbadi.
Sebagai catatan, Lab Kalibrasi diawaki 10 orang, meliputi 8 tenaga kontrak (TLH) dan 2 orang karyawan tetap yang notabene tidak full dalam menjalankan fungsi sebagai tenaga operasional kalibrasi karena terkait dengan job desc yang sudah digariskan oleh manajemen JayaAbadi. Secara garis besar, sekitar 50% saja waktu yang digunakan mereka berdua untuk operasional Lab kalibrasi.
4. Infrastruktur, yang meliputi semua perangkat alat ukur, calibrator, standard, alat monitoring lingkungan, software dan SDM teknisi dan engineer.
Sedangkan Output dari analisa tekno ekonomi ini adalah sbb :
1. Aspek Profitability yang berbasis pada metode Discounted Cash Flow, meliputi NPV, IRR dan PB
2. Aspek Teknologi, yang berfokus kepada efek pengadaan calibrator terbaru, meliputi :
a. Tingkatan ketidakpastian yang dapat ditawarkan kepada pelanggan (offered uncertainty) sesuai dengan Best Measurement Capability (BMC) yang diijinkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). BMC ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain uncertainty dari sertifikat kalibrasi, pemilihan metode kalibrasi, dan hasil negosiasi dengan pihak KAN.
b. Kemampuan perangkat calibrator yang baru dibeli untuk mendukung operasional Laboratorium.
c. Metode diseminasi uncertainty.
Ketiga output tersebut dirangkai dalam suatu prosedur kalibrasi. Sebagai catatan, dengan adanya standard baru, maka prosedur sebelumnya dapat berubah total. Dalam prosedur ini akan dicantumkan uncertainty yang bisa dihasilkan, metode ukur, metode diseminasi uncertainty kepada UUT dan catatan teknis lainnya.
3. Berikutnya akan dibuat Sensitivity Analysis atau Risk Analysis, tergantung mana yang lebih baik dalam analisanya nanti.
Gambar 5. Model Tekno-ekonomi yang digunakan pada penelitian ini
2.3 Metode Penilaian Investasi
Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut antara lain metode average rate of return, payback, net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan metode profitability index.
2.3.1 Metode Average of Return
Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi. Angka yang digunakan adalah laba setelah pajak dibandingkan dengan total atau average investement. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam prosentase. Angka ini kemudian dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan.
Metode ini tidak kami gunakan karena mengabaikan konsep nilai waktu uang. Konsep laba yang digunakan adalah konsep akuntansi dan bukan kas, padahal kas adalah hal yang sangat penting.
Catatan : kas masuk dan keluar tidak selalu terjadi sesuai dengan pengakuan biaya dan penghasilan.
2.3.2 Metode Payback
Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali, karenanya dasar yang digunakan adalah aliran kas, bukan laba. Namun problem utamanya adalah sulitnya menentukan periode payback maksimum yang disyaratkan, untuk dipergunakan sebagai angka pembanding. Dalam prakteknya, yang dipergunakan adalah payback umumnya dari perusahaan-perusahaan yang sejenis.
Kelemahan lain dari metode ini adalah diabaikannya nilai waktu uang dan diabaikannya aliran kas setelah periode payback. Akhirnya kelemahan pertama diatasi oleh metode Discounted Cash Flow. Misalnya proyek A dengan investasi 20 juta, dengan usia ekonomis 6 tahun, memiliki aliran kas 6.5 juta per tahun. Proyek B dengan investasi 20 juta juga, usia ekonomis 10 tahun, aliran kas 6 juta per tahun. Tingkat bunga yang dianggap relevan adalah 10 %. Maka dalam waktu kurang 4 tahun, investasi A akan kembali, sedangkan B membutuhkan waktu lebih 4 tahun. Namun secara total investasi B akan memberikan tambahan kas yang lebih banyak (karena usia ekonomis yang lebih lama). Jadi dengan DCF ini hanya menyelesaikan masalah diabaikannya niai waktu uang saja, tetapi belum dapat mengatasi masalah diabaikannya aliran kas setelah periode payback. Namun demikian cara ini tetap populer digunakan, namun hanya sebagai pelengkap penilaian investasi saja, terutama untuk perusahaan yang menghadapi problem likuiditas atau kelancaran keuangan jangka pendek.
2.3.3 Metode NPV
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang itu, harus ditentukan tingkat bunga yang dianggap relevan.
Ada beberapa konsep menghitung bunga yang dianggap relevan itu. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat keputusan investasi masih terpisah dari keputusan pembelanjaan ataupun waktu mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan (keterkaitan ini hanya mempengaruhi tingkat suku bunga, bukan aliran kas).
2.3.4 Metode IRR
Dalam metode IRR, dihitung tingkat suku bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa mendatang. Jika tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga relevan (yang dipersyaratkan), maka investasi diangap menguntungkan.
2.3.5 Metode PI
Metod ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Jika PI lebih besar dari 1, maka diannggap menguntungkan.
2.3.6 Metode Mana yang Digunakan ?
Dalam pemlihan metode penilaian investasi, metode yang paling tepat sangat tergantung pada kasus investasi yang dihadapi. Tetapi dalam perbadingan “aple to aple”, maka dapat ditarik beberapa hasil analisa sbb :
· Metode NPV dan PI, per definisi, hasilnya selalu konsisten. Namun dalam kasus tertentu, bisa terjadi suatu pilihan investasi A memilliki PI lebih kecil dari B, namun dengan NPV yang lebih besar. Dalam kasus tersebut, jika nilai investasi A lebih besar, maka sebaiknya pilihan jatuh ke proyek A, karena memiliki nilai absolut NPV yang lebih besar. Tentu dalam kenyataan dilapangan, perbandingan ini perlu juga melihat adanya faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh.
· Jika metode NPV dan IRR dibandingkan, maka cenderung metode NPV lebih baik daripada metode IRR, misalnya karena IRR memungkinkan munculnya tingkat bunga ganda dalam penilaian suatu investasi, dimana keadaan ini tidak akan dijumpai jika menggunakan metode NPV. Untuk kondisi seperti ini, perlu dilakukan analisa IRR incremental.
Dari uraian ini, tampak bahwa metode NPV cenderung memberikan keputusan yang lebih baik, sepanjang bisa ditentukan tingkat keuntungan yang disyaratkan dengan tepat pula.
Dengan menggunakan tool statistik yang tersedia dalam banyak software, baik yang khusus untuk statistik maupun yang umum (namun tidak kalah baiknya) dengan mudah didapatkan nilai-nilainya. Namun yang akan dijadikan patokan utama pada penelitian ini adalah metode NPV dan metode IRR saja, dengan alasan karena metode ini memperhitungkan nilai waktu.
2.4 Perhitungan Uncertainty Pengukuran Lab Kalibrasi
Ada beberapa metode perhitungan yang dapat digunakan untuk dapat menakar seberapa bagus suatu Lab Kalibrasi melakukan pengukuran, yaitu seberapa besar tingkat kesalahan yang mungkin bisa dihasilkan dalam suatu nilai hasil ukur yang dilakukan, yaitu dengan melihat nilai ketidakpastian (uncertainty) yang biasa tertera dalam sertifikat hasil kalibrasi. Nilai inilah yang seharusnya digunakan para kastamer sebagai toleransi kesalahan hasil ukur mereka, walaupun dalam prakteknya jarang dipakai karena spesifikasi pengukuran di lapangan biasanya lebih longgar dibandingkan dengan spesifikasi yang dijaminkan pabrikan alat ukur.
Perhitungan Ketidakpastian pada Lab Kalibrasi JayaAbadi sesuai dengan dokumen mutu adalah berdasarkan metode analytical Root-Sum-Squared (RSS).
Catatan : metode RSS digunakan juga dalam metode perhitungan lainnya yaitu metode Sequential Perturbation (SR).
Pada metode ini, jika suatu data adalah hasil ukur dengan beberapa input dari besaran x1, x2, x3,..xn, maka data tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk :
Dimana R adalah hasil ukur, xi adalah kuantitas terukur.
Jika ui adalah ketidakpastian (uncertainty) dari xi sehingga
Maka berdasarkan rumus penjalaran, maka uncertainty untuk R adalah :
Metode RSS tersebut banyak diaplikasikan oleh Lab Kalibrasi, termasuk Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC Sidomukti. Namun demikian, dalam telaah teorinya, metode ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :
· Metode RSS metode analitis, sehingga bergantung pada banyak masukan (xi).
· Random error tidak mudah untuk dapat dimasukkan dalam pengukuran secara individual, misalnya pada pengukuran power meter menggunakan power meter dan power sensor. Random error dari pembacaan sensor tersebut harus dikombinasaikan dengan error dari tahap self-calibration.
· Untuk kasus pengukuran power meter (misalnya), tidak mudah menghitung uncertainty untuk sensor karena dibutuhkan detil analisa pada level yang tidak praktis, bahkan dirasakan terlalu teoritis.
· Fromula perhitungan estimasi uncertainty harus diturunkan ulang jika ada beberapa step pengukuran yang berubah.
· Formula uncertainty tidak benar jika ada beberapa kesalahan (error) dalam kesalahan dalam penurunan aljabarnya. Sedangkan dalam kenyataannya banyak rumus yang tidak dipecahkan secara muhda oleh teknisi yang berpengalaman sekalipun, salah satunya karena membutuhkan analisa matematika yangs sering sangat komplek, misalnya penurunan formula uncerainty modulasi.
Dalam perkembangan metrologi terkini, ada beberapa usulan metode perhitungan uncertainty baru yang diklaim lebih mudah namun lebih akurat untuk memotret apa yang sebenarnya berpengaruh pada uncertainty total suatu hasil pengukuran. Metode tersebut yaitu Sequential Perturbation.
Metode Sequential Perturbation in mudah diimplementasikan jika prosedur reduksi datanya di lakukan secara otomatis menggunakan program komputer. Namun demikian memiliki kelemahan bahwa uncertainty-nya lebih bersifat perkiraan, tidak eksak seperti pada metode analytical.
2.4.2. Metode Sequential Perturbation-RSS
Berdasarkan teorema kalkulus yaitu :
dimana dxi adalah finite perturbation dari xi
Dan jika menggunakan dxi » ui, maka :
Jadi dapat disimpulkan bahwa uncertainty pada R yang disebabkan karena xi dapat diestimasi dengan melakukan “gangguan” pada formula R sebesar ui
Maka perhitungan uncertainty total untuk R menjadi :
Dengan :
Jadi uncertainty R didapatkan dengan secara berurutan “mengganggu” besaran xi sebesar uncertainty masing-masing.
Tetapi perlu diiingat bahwa rumus perhitungan uncertainty
Ini berlaku hanya untuk perturbation ui yang kecil. Jika R(x1, x2, . . . , xn) memiliki karakteristik kuat sebagai sistem nonlinier, atau ui besar, maka persamaan uR tersebut tidak baik sebagai pendekatan estimasi uncertainty total.
2.4.3 Pemilihan Metode Perhitungan Uncertainty
Pada kondisi eksisting, metode yang digunakan sampai saat ini adalah metode analytical-RSS. Belum pernah dicoba menggunakan metode perturbation-RSS. Untuk mengimplementasikan metode ini membutuhkan riset dan masukan-masukan dari para teknisi Lab karena harus disesuaikan dengan kondisi infrastruktur dan kesiapan personel. Jika dirasa lebih baik daripada metode sebelumnya, langkah selanjutnya adalah mengajukannya kepada Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk secara resmi dapat diakomodasi dalam dokumen mutu Lab Kalibrasi. Jika telah mendapat ijin dari KAN, maka Lab sudah dapat diperbolehkan menggunakan metode ini.
Pada penelitian kali ini, penulis mengasumsikan menggunakan metode analytical-RSS, dengan alasan Lab Kalibrasi JayaAbadi MSC masih menggunakan metode ini (secara resmi). Disamping itu menurut pengamatan metode ini belum berpengaruh secara signifikan dalam sudut pandang ekonomi (tidak atau belum secara signifikan berpengaruh terhadap demand).
2.5 Metode Activity Based Costing (ABC) dalam Perhitungan Tarif Layanan
Activity Based Costing (ABC) adalah metodologi dalam mengukur biaya dan kinerja suatu sumber daya, aktivitas dan obyek biaya. Obyek biaya (Cost Objects) ini mengkonsumsi aktivitas, dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya (resources). Jadi ada dua tingkatan cost driver yaitu pada tingkatan resource driver (bagaimana aktivitas mengkonsumsi elemen-elemen biaya) dan pada tingkatan activity driver (bagaimana produk mengkonsumsi aktivitas).
Gambar 6. Rantai Driver pada ABC
Jika ABC adalah cost view, maka untuk proses perbaikannya diperlukan juga analisa pada process view-nya yang dikenal dengan nama ABM (Activity Based Management). Definisi dari ABM ini sendiri adalah disiplin ilmu yang memfokuskan pada pencapaian customer value melalui manajemen aktivitas secara kontinu. ABM dilakukan berdasarkan pada informasi cost dari ABC dan pengukuran kinerja (performance management) dan beberapa informasi lain yang dibutuhkan. Output performance management ini bisa berupa cost based, quality-based, time-based.
Gambar 7. Elemen-elemen ABM
Model ABC ini berperan dalam hal :
- Identifikasi productivity improvement
- Memahami cost total untuk mendapatkan keputusan bisnis yang lebih baik
- Membuat justifikasi kebutuhan
- Diferensiasi kastamer
- Membuat dan justifikasi untuk reimbursbale rates
Gambar 8. Model Konseptual Perhitungan ABC Pricing Lab Kalibrasi
Tahapan melakukan perhitungan ABC bisa dibagi dalam dua tahapan :
Tahap 1 :
Penggolongan berbagai aktivitas
Penggolongan biaya dengan berbagai aktivitas
Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pools) yang homogen
Catatan : Kelompok biaya homogen adalah sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis dengan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan dan biaya-biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost driver tunggal.
Catatan : Tarif kelompok adalah tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif ini dihitung dengan rumus :
Tahap 2 :
Menentukan tarif per aktivitas
Penentuan BOA (Bill of Activities)
Catatan : BOA adalah deskripsi routing aktivitas yang harus dilalui oleh produk / jasa sampai dengan tahap penyelesaian dan jumlah unit aktivitas yang dikonsumsi selama proses berlangsung.
Penentuan Biaya produk / jasa, yaitu dengan mengalikan tarif aktivitas dengan jumlah yang dikonsumsinya berdasarkan BOA yang telah dibuat sebelumnya.
2.6 Perhitungan Faktor Resiko Dalam Investasi
Ada beberapa metode untuk memasukkan faktor ketidakpastian dalam analisa investasi yaitu modifikasi certainty equivalent, analisa sensitivitas, analisa break even dan metode simulasi.
Metode certainty equivalent menghitung NPV suatu usulan investasi dengan mengekuivalenkan aliran kas yang tidak pasti menjadi aliran kas yang pasti dan menggunakan tingkat keuntungan bebas resiko sebagai tingkat bunga dalam menghitung NPV-nya. Metode ini dapat dimodifikasi dengan menghitung NPV suatu usulan investasi dengan menggunakan tingkat keuntungan bebas resiko, tetapi tidak menyesuaikan aliran kas-nya.
Dalam penelitian kali ini akan digunakan modifikasi certainty equivalent, dimana metode ini mencoba mengukur probabilitas suatu proyek akan mencapai NPV yang sama dengan atau lebih kecil dari Rp. 0. Apabila suatu proyek mempunyai NPV yang diharapkan (expected NPV) yang sama, tetapi mempunyai deviasi standar yang lebih besar, maka dengan sendirinya proyek ini mempunyai probabilitas mendaparkan NPV 0 yang lebih besar. Jadi deviasi standar inilah yang digunakan sebagai pengukur resiko. Untuk menghidari perhitungan ganda, proyek didiskontokan dengan tingkat bunga bebas resiko.
Untuk menghitung standar deviasi, bida menggunakan rumus sebagai berikut :
Maka langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menghitung probabilitas layanan kalibrasi akan mencapai NPV yang sama dengan atau lebih kecil dari Rp. 0 adalah sbb :
1. Susun tarif sesuai dengan perhitungan Activity Based Costing yang disemppurnakan dengan melakukan perbandingan tarif antar competitor. Beberapa asumsi dan pebulatan ada dalam tahap ini.
2. Proyeksikan produksi per alat ukur dari tahun ke-0 sampai lifetime.
3. Dari langkah 1 dan 2, kalikan keduanya untuk mendapatkan revenue, dengan tambahan dari pos proyeksi sumber pendapatan lain yaitu konsultasi, pelatihan, pengetesan, kalibrasi on site dan kalibrasi khusus. Beberapa kegiatan ini memiliki perlakuan khusus sebagai site revenue “sekedar” untuk memanfaatkan potensi bisnis yang ada.
4. Dibuat taksiran aliran kas tiap tahun yang dapat dihasilkan Lab Kalibrasi untuk tahun 2010-2014.
5. Buat suatu valuation dengan menambahkan hitungan depresiasi, tax dan discount factor, sehingga didapatkan NPV dan IRR.
Untuk memperhitungkan faktor resiko, maka dilakukan langkah-langkah berikut :
1. Revenue dilengkapi dengan probabilitas pencapaiannya. Revenue setiap tahunnya (selama rentang tahun analisa), dibagi dalam lima kategori, yaitu very pesimistic revenue, pesimistic revenue, normal revenue (=expected value), optimistic value dan very optimistic value. Masing-masing memiliki probabilitas, berturut-turut 0.1, 0.2, 0.4, 0.2, 0.1 dan berdistribusi normal (sebagai setting atau asumsi).
Catatan : Untuk mendapatkan nilai probabillitas dan angka revenue yang lebih akurat, maka seharusnya dilakukan juga survey terhadap captive market, customer willingness to pay, kondisi persaingan dengan lab kalibrasi lainnya, strategi marketing Lab JayaAbadi, policy pemerintah dalam standarisasi, dan lain-lain. Namun ini membutuhkan effort yang tidak sebentar, tidak sederhana, dan dalam beberapa hal mungkin tidak efektif dan efisien. Dalam penelitian kali ini yang dilakukan adalah dengan merujuk pada hasil analisa teknisi dan manajemen Lab Kalibrasi sendiri. Orang-orang yang langsung bersentuhan langsung dengan layanan dan proses jasa kalibrasi ini tentu memiliki informasi dan analisa tersendiri yang mungkin lebiih efektif untuk keperluan pembuatan proyeksi jasa.
2. Kemudian dicari standard deviasi untuk proyek tersebut, dan dari sini dicari probabilitas mendapatkan NPV di bawah nol. NPV negatif ini tidak serta merta diartikan bahwa Lab kalibrasi merugi, karena seperti sudah diuraikan dalam bahasan sebelumnya penelitian ini tidak mengikutsertakan “pendapatan” Lab Kalibrasi dari kastamer intern JayaAbadi, yang justru menggunakan resource yang lebih banyak (secara intuitif mencapai hampir 80% resource baik infrastruktur, SDM maupun biaya operasional).