Pendekatan Model tekno-ekonomi sangat sering digunakan untuk mempersiapkan suatu produk layanan yang akan dipasarkan. Tafsiran mudah dari model ini adalah bagaimana menganalisa kesiapan teknis dan kelayakan ekonomi suatu produk.
Sepintas Model Tekno-ekonomi ini memperbaiki pemahaman feasibility study alias studi kelayakan yang biasanya dibuat sebelum suatu kegiatan ekonomis dilakukan. Tapi kalau kita pelajari agak mendalam, ternyata feasibility study sangat komprehensif dalam menilai semua aspek kesiapan suatu program atau produk, dari aspek teknis, keuangan, kesiapan SDM, analisa lokasi, kesiapan knowledge, dan lain-lain. Jadi sebenarnya, menurut saya, model tekno-ekonomi justru adalah sebagian kecil saja dari feasibility study.
Namun demikian dalam suatu analisa kelayakan suatu proyek atau produk, terutama yang berada di lingkup teknologi, model tekno-ekonomi sebenarnya sudah cukup baik untuk membuat suatu bahan pertimbangan pengambilan keputusan, apakah proyek atau produk tersebut akan diluncurkan dengan skema yang sudah disiapkan, ataukah tidak. Berbagai pertimbangan di luar scope teknik dan ekonomi tentu saja masih bisa menjadi bahan pertimbangan lain. Tentu ini sangat tergantung pada gaya dan kebijakan manajemen yang berkuasa melakukan pengambilan keputusan tersebut.
Dikaitkan dengan bisnis kalibrasi, pertanyaan besarnya adalah apakah konsep model tekno-ekonomi ini perlu diimplementasikan ? Jika iya, kapan waktu yang tepat melakukannya, dan akhirnya bagaimana melakukannya? Apakah ini bukan kegiatan sia-sia alias tidak ada gunanya ?
Jawabannya sebenarnya tidak jauh dari pertanyaan apakah suatu feasibility study perlu dilakukan atau tidak. Dan itu tergantung kepada kebutuhan, misalnya jika kita ingin mengetahui seberapa besar nilai ekonomis dari bisnis kalibrasi yang kita lakukan. Atau misalnya kita suatu saat ingin mengetahui seberapa besar dampak pilihan teknologi yang kita implementasikan terhadap nilai ekonominya. Atau jika diinginkan analisa komprehensif tentang mutu layanan kalibrasi, dimana hal ini tidak bisa dilepaskan dari bagaimana reliability pengukuran yang digunakan, tidak bisa dilepaskan dari keakuratan perhitungan ketidakpastian, parameter-parameter pengukuran yang mampu diproses sesuai dengan availibility perangkat standar atau calibrator yang dimiliki, dan lain-lain. Atau jika kita ingin mengetahui dampak kebijakan baru dari manajemen perusahaan induk terhadap bisnis kalibrasi yang menjadi salah satu cabang bisnisnya. Dan puluhan alasan lainnya yang dapat dijadikan argumen untuk membuat feasibility study.
Contoh dalam kasus saya, dimana sampai saat ini memang belum pernah dibuat suatu analisa ekonomis komprehensif yang dikaitkan dengan berbagai aspek teknologi yang diimplementasikan di Lab. Seberapa besar dampak pilihan Rubidium Frequency Standard sebagai pilihan sumber frekuensi tertingggi, bagaimana dampak besar Best Measurement Capability (BMC) terhadap revenue Lab, dan akhirnya seberapa besar berbagai parameter teknis, ekonomis dan mix keduanya terhadap NPV Lab Kalibrasi untuk rentang waktu tertentu.
Layanan Kalibrasi saya saat ini menghadapi tantangan baru, yaitu dalam perubahan peta peran untuk mendukung program-program baru perusahaan induk yang kebetulan adalah suatu operator Telekomunikasi menuju Next Generation Network (NGN), sekaligus perubahan posisi market share akibat kompetisi dari sesama provider jasa kalibrasi.
Terbayang dalam benak saya nantinya perlu ada penambahan perangkat-perangkat baru, metode baru yang menyertainya dan pembaruan kemampuan para teknisi kalibrasi untuk mengantisipasi itu semua. Terbayang juga mungkin ada permintaan khusus dari manajemen perusahaan induk saya yang mengharuskan para teknisi kalibrasi untuk lebih concern kepada dukungan persiapan menuju ke NGN, dimana sebagian alat ukur pendukungnya mungkin sudah berbentuk agent, terintegrasi dengan OSS yang ada di NGN. Terbayang oleh saya bagaimana skema manajemen yang harus dibuat oleh para manajer Lab Kalibrasi untuk bisa memberdayakan semua resourcenya dengan dua tujuan, yaitu yag pertama untuk tujuan “sosial” dalam mendukung misi perusahaan induk, dengan cara memberi layanan kalibrasi dan bantuan teknis dalam pengukuran untuk para teknisi operasional di lapangan yang menyediakan dan memelihara infrastruktur perusahaan induk dalam peran sebagai operator telekomunikasi. Sedangkan tujuan kedua adalah sebagai profit centre, yang memaksimalkan seluruh resource untuk dapat menghasilkan revenue, persis sama dengan beberapa lab kalibrasi komersial lainnya.
Atau barangkali perlu ada kegiatan penambahan added value produk yang sudah ongoing selama ini. Atau mungkin ada cabang usaha lain yang masih di seputar alat ukur yang dapat dibuat sebagai mesin uang, misalnya layanan uji fungsi, konsultasi teknis dan manajemen, sewa perangkat dan process control. Konsekuensi dari adanya layanan baru ini, diperlukan investasi perangkat baru, perbaikan pada beberapa bagian proses bisnis, peningkatan kemampuan SDM, perubahan pricing, dan penerapan metode-metode statistik baru. Namun demikian konsep ini tetap harus dapat comply dengan regulasi kalibrasi dan berada dalam batas aturan konsep metrologi yang berlaku, yang diatur dalam ISO/IEC 17025, aturan-aturan khusus Badan Akreditasi, yang dalam kasus Lab saya badan ini adalah Komite Akreditasi Nasional dan sistem mutu Lab Kalibrasi itu sendiri.
Suatu saat nanti saya ingin membuat suatu kajian tekno-ekonomi kemungkinan implementasi konsep-konsep tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang berdampak pada bisnis layanan kalibrasi di lab saya yaitu framework e-TOM, roadmap to NGN, infrastruktur eksisting, kemampuan SDM eksisting, kondisi lingkungan, metode kalibrasi, dan regulasi. Kemudian berangkat dari sini dibuatlah analisa kelayakan ekonominya berbasis model tekno ekonomi, misalnya model bottom-up.
Gambar model tekno-ekonomi jaringan Wimax, sumber : COMPETITIVE POTENTIAL OF WIMAX IN THE BROADBAND ACCESS MARKET: A TECHNO-ECONOMIC ANALYSIS, Timo Smura, Helsinki University of Technology, Networking Laboratory.
Lihat model pada gambar diatas, yang merupakan salah satu contoh model tekno-ekonomi dalam analisa jaringan WiMAX. Model ini hanya contoh saja, untuk dapat diadaptasi ke dalam model bisnis kalibrasi.
Jika mencoba “mentah-mentah” menyadurnya ke dalam bisnis kalibrasi, maka dibutuhkan informasi-informasi sebagai berikut :
1. Jumlah kastamer, yang ditentukan dari jumlah market share, ukuran pasar, dan penetrasi layanan. Market share sendiri ditentukan oleh tingkat persaingan, penetrasi layanan, dan churn rate.
2. Tarif layanan kalibrasi
3. Demand kapasitas layanan, yang ditentukan oleh jumlah kastamer, demand trafik, faktor overbooking.
4. Kapasitas teknis perangkat, yang ditentukan oleh metode kalibrasi, spesifikasi perangkat, kecepatan layanan yang dilakukan teknisi.
5. Demand jumlah perangkat, yang dipengaruhi oleh hasil perhitungan demand kapasitas layanan hasil perhitungan sebelumnya, ditambah dengan ukuran geografi, dan kapasitas teknis perangkat. Jadi demand jumlah perangkat ini harus melihat besar kebutuhan pasar, kemampuan perangkat, dan ukuran geografi. Catatan untuk ukuran geografi ini mungkin tidak perlu dimasukkan jika Lab Kalibrasi anda tidak sering melakukan kalibtasi on-site. Untuk kasus Lab saya, ini harus dimasukkan karena selalu saja sepanjang tahun ada layanan kalibrasi keluar keliling ke kantor-kantor cabang suatu perusahaan kastamer. Dalam suatu proyek, kami sering membuat beberapa tim dimana setiap tim memiliki perangkat yang sama. Ini mengakibatkan Lab kami harus memiliki perangkat sejenis lebih dari satu.
6. CAPEX, yang besarnya ditentukan oleh demand jumlah perangkat dan harga perangkat.
7. Revenue, ditentukan oleh tarif layanan kalibrasi dan jumlah kastamer.
8. Akhirnya didapatkan hasil hitungan ekonomi, yang ditentukan oleh pendapatan (Revenue), OPEX, CAPEX, Periode studi, Discount Rate. Periode studi biasanya lima tahun, tapi ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan sikon. Sedangkan besaran discount rate terkait dengan nilai uang yang berbeda pada waktu yang berbeda.
Itulah gambaran dalam pembahasan tentang kemungkinan kajian tekno-ekonomi di Lab kalibrasi dimana saya bekerja. Mungkin anda memiliki alasan lain untuk melakukan hal yang sama. Dan saya rasa kajian tekno ekonomi ini jangan dianggap suatu hal yang super rumit, kecuali jika dibuat sebagai judul suatu paper ilmiah di perguruan tinggi, dimana alasan-alasan praktis sering tidak mendapat tempat. Satu contoh tentang data demand suatu produk, kalau kita mengambilnya dari contoh yang terjadi di negara lain, sering hal ini dipermasalahkan dengan alasan demand yang ada di negara lain tidak bisa berlaku di Indonesia. Mungkin kita harus melakukan survey atau penelitian di lapangan untuk dapat mengetahui demand sebenarnya. Nah, kalau ini dilakukan (itupun dengan catatan surveynya harus dilakukan berdasarkan suatu metode penelitian yang baku) maka angka demand baru dapat diterima secara akademis.
Namun demikian, ada kalanya pemikiran saya tentang signifakan tidaknya suatu analisa sejenis ini, apapun namanya, dan apapun metode ilmiah yang mendasarinya. Andaipun signifikan, seberapa besar tingkatnya? Jangan-jangan analisa yang sudah kita buat dengan mengerahkan pemikiran dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar ternyata tidak ada efeknya sama sekali bagi keberadaan bisnis kalibrasi kita. Hasilnya hanya menjadi sekedar tambahan wawasan saja.
Mungkin inilah yang perlu dikoreksi terlebih dulu. Bagaimanapun, sekecil apapun analisa nilai ekonomis suatu bisnis, pasti ada gunanya. Memang perlu ada perhatian lebih pada “how to” penulisan. Menurut saya tidak perlu terlalu detail, dan tidak perlu juga memasukkan berbagai macam teori yang tidak perlu. Makin sederhana suatu analisa dan semakin mudah dibaca oleh banyak orang dalam perusahaan kita, manfaat akan dapat dirasakan bersama. Tentu saja tentang bagaimana memanfaatkan dengan baik suatu hasil analisa, itu membutuhkan kecerrdasan tersendiri. Satu hal lagi, terlepas dari kualitas pengetahuan itu sendiri, pengetahuan yang sudah tertulis lebih memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan daripada hanya beku di dalam otak seseorang saja. Karenanya saya pribadi sangat mendukung manajemen perusahaan induk tempat saya bekerja yang kini memiliki kebijakan agar seluruh karyawan dapat benar-benar memanfaatkan facebook dan blog dalam mendukung kerja sehari-hari dan sebagai sarana marketing produk.
Akhirnya, next time akan saya coba bahas lebih dalam implementasi kajian tekno-ekonomi ini dalam lab kalibrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar