Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang mellibatkan semua karyawan dengan tujuan efektivitas pada kesleuruhan sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan yang produktif.
Dua kata utama pada salah satu ilmu manajemen maintenance ini adalah “produktif” dan “total”. Itu artinya maintenance jenis ini ingin tampil berbeda dengan konsep maintenance lainnya dalam penonjolan kedua istilah itu.
TPM juga memberi konsekuensi untuk mengutamakan pencegahan gangguan, sehingga motonya menjadi “maintenance is free”. Bagaimana seorang operator perangkat mengetahui melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pereventif dan sedini mungkin mengetahui adanya potensi gangguan, sebelum gangguan benar-benar terjadi.
Bagaimana mungkin kita bisa melakukan pencegahan gangguan pada perangkat kita ?
Ini sangat dimungkinkan, walaupun dalam batas life-time menyatakan suatu perangkat berumur 15 tahun, bisa saja jika terus dilakukan maintenance secara apik, maka batas umur itu akan terlampaui. Disamping itu dalam kenyataannya, penyebab gangguan sebenarnya sebagiannya bukan datang dari dalam perangkat, tapi dari luar, meliputi debu, baut kendor (sehingga mengganggu dudukan PCB), goresan, goncangan, suhu, kelembaban, air, dan lain-lain.
Karenanya gunakan semua cara yang dapat membuat perangkat menjadi awet. Bahkan konon katanya jika suatu perangkat elektrik terlalu lama tidak dinyalakan, maka akan cepat rusak. Jika memiliki lebih dari satu signal generator, misalnya, gunakan secara bergantian.
Jadi apa saja yang harus dilakukan teknisi dalam melakukan TPM ini ?
1. Belajar melakukan pemeliharaan berkala secara rutin.
Periksalah kondisi ruangan setiap harinya, bagaimana keadaan temperatur, kelembaban, dan kondisi kebersihan di dalam Lab. Pada kondisi kalibrasi on-site, ini kadang menjadi persoalan yang cukup serius, dimana perangkat standar tidak dapat dikondisikan pada suhu yang sesuai seperti kondisi di Lab.
2. Menerima dan melakukan pedoman penggunaan perangkat secara wajar.
Cara penggunaan perangkat dengan benar, baik perangkat standar maupun perangkat kastamer (unit under test), biasanya sudah diberikan secara detail dalam manual (user guide ataupun calibration guide). Para teknisi harus membiasakan diri untuk selalu menggunakan pedoman ini secara konsisten, dalam keadaan apapun juga. Jangan sampai karena sudah merasa “hafal di luar kepala”, alat ukur tidak digunakan secara wajar, misalnya seharusnya warm up perlu 30 menit, baru 5 menit saja sudah langsung digunakan. Atau sebaliknya, jangan malas melihat petunjuk penggunaan alat ukur melalui manualnya, misalnya dalam melakukan self calibration, yang terkadang membutuhkan banyak step sebelum perangkat siap digunakan mengukur.
3. Membiasakan untuk menemukenali sedini mungkin tanda-tanda perangkat mengalami penurunan kinerja.
Dalam sistem mutu ISO 17025, salah satu sarana untuk menemukenali ini adalah dengan melakukan drift monitoring, yaitu dengan mengecek kinerja perangkat, apakah masih dalam batas kewajaran atau sudah berada di luar spesifikasi.
Drift monitoring umumnya dilakukan secara periodik, bisa pertahun, bisa per enam bulan, tergantung pada jenis perangkat. Bahkan untuk perangkat yang frekuensi pemakaiannya tinggi, kegiatan ini harusnya dilakukan lebih sering lagi. Drift monitoring juga bisa dilakukan aksidental, misalnya pada kondisi yang mengharuskan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kinerja perangkat.
Namun demikian, terkait dengan point 3 di atas, saya lebih cenderung sekaligus menggunakan kegiatan kalibrasi sehari-hari untuk melakukan drift monitoring, karena sering terjadi ada suatu alat ukur kastamer dikalibrasi menggunakan satu perangkat standard sebagai meter dan satu lagi perangkat standar sebagai source. Jika parameternya sama, mengapa tidak sekalian saja dicek (saling silang) antar perangkat standar tersebut ? Bahkan ada kalanya alat ukur kastamer dapat digunakan untuk mengecek akurasi perangkat standar milik Lab. Tentu ini semua ada aturan dan prosedur yang harus ditaati oleh para teknisi.
Sementara itu, technical manager atau setidaknya teknisi senior juga harus mendukung TPM ini dengan cara sebagai berikut :
1. Membantu para teknisi mempelajari kegiatan maintenance yang dapat mereka lakukan sendiri, atau dengan kata lain meningkatkan kemampuan mereka dalam hal maintenance.
Perlu ada peningkatan pengetahuan untuk para teknisi, bahkan untuk yang sudah terbiasa bekerja sehari-hari di Lab. Peningkatan ini bisa melalui pelatihan, seminar, built in training, bahkan diskusi informal sehari-hari di Lab.
Topik bahasan bukan hanya bagaimana melakukan kalibrasi, tapi juga bagaimana melakukan maintenance secara benar.
2. Memperbaiki penurunan kemampuan perangkat standar dan asesories lainnya, misalnya melalui proses repair, adjustment, bahkan mengubah metode pengukuran dalam kalibrasi.
Tidak berfungsinya kipas (fan) perangkat jangan diremehkan, karena jika dibiarkan terus dan perangkat digunakan dalam waktu yang lama, maka bisa berakibat suhu di dalam perangkat akan melebihi batasan. Ini berpotensi memperpendek umur perangkat.
3. Dalam tingkat yang lebih advance lagi, temukan kelemahan rancang bangun perangkat standar dan asesoris lainnya dan berangkat dari sini lakukan perencanaan untuk dapat mengantisipasi potensi gangguan pada perangkat nanti.
Dari pengalaman anda, mungkin muncul kesimpulan bahwa perangkat jenis A dengan merk X memiliki kinerja yang kurang baik, misalnya panasnya berlebihan dan akurasinya tidak stabil. Mungkin anda tidak akan merekomendasikan pengadaan alat serupa untuk suatu keperluan lain di departemen lain di perusahaan anda, apalagi jika itu untuk digunakan dalam operasional kalibrasi di Lab anda.
Namun jika anda sudah terlanjur memilikinya, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan kemampuan perangkat tersebut atau membatasi penggunaannya pada kondisi tertentu saja. Contoh seperti yang pernah Lab saya lakukan, pada kasus dimana kami memiliki empat signal generator berjenis, tipe, dan merk sama. Keempat-empatnya ternyata baru ketahuan merupakan perangkat yang akurasi frekuensinya terkadang tidak stabil. Namun dari keempatnya, ada satu yang benar-benar sudah di luar spesifikasinya. Maka kami putuskan menggunakan perangkat yang satu ini khusus sebagai salah satu signal generator utama di Lab, sedangkan ketiga lainnya bisa digunakan dalam kalibrasi on-site. Akurasi frekuensinya kami jaga dengan cara terus mencatukannya dari referensi out dari Rubidium Frequency Standard melalui suatu distribution amplifier. Maka perangkat ini kini memiliki akurasi setara Rubidium, lebih tinggi daripada ketiga perangkat lainnya tadi.
PREVENTIVE MAINTENANCE
TPM ini sebenarnya memiliki hubungan erat dengan preventif maintenance. Semangatnya adalah agar teknisi tidak disibukkan dengan hal-hal yang bersifat korektif, perbaikan karena ada kerusakan. Tanpa disadari, seringkali effort untuk hal ini terlalu besar sehingga membuat seluruh anggota Lab jadi sibuk namun hasilnya sedikit.
Semua teknisi perlu diberi kesadaran bahwa sebenarnya ada beberapa penyebab utama gangguan suatu perangkat elektrik, bahkan yang pasif sekalipun. Dan penyebab itu sebagiannya adalah karena faktor manusianya, bukan faktor perangkat secara fisik. Jika perangkat cepat rusak karena sering dibiarkan dalam keadaan kotor, itu bukan salah perangkat, tapi karena manusianyalah yang membiarkannya kotor. Pemahaman ini walau terkesan sederhana harus menjadi pemahaman dasar bagi semua personel Lab Kalibrasi, bukan hanya para teknisi saja.
Kiyoshi Suzaki menyodorkan lima penyebab utama gangguan pada mesin, yang saya adaptasi untuk perangkat kalibrasi, sebagai berikut :
1. Kelalaian memenuhi pemeliharaan dasar yang dibutuhkan perangkat
2. Kesalahan menjaga kondisi perangkat dengan benar sesuai dengan petunjuk pabrikan
3. Kurangnya ketrampilan, misalnya teknisi yang teledor mengubah setting config file pada alat ukur yang berbasis OS komputer
4. Kondisi perangkat yang sudah tua atau usang
5. Penyimpangan dari maksud rancang bangun perangkat, misalnya power supply digunakan begitu saja sebagai sumber tegangan
Pemeliharaan tentu akan bertambah persyaratannya jika suatu perangkat didisain sebagai sebagian saja dari sistem, misalnya perangkat harus dihubungkan dengan komputer agar dapat diakses data hasil ukurnya. Untuk kasus ini maka pemeliharaan juga harus dilakukan pada komputer, meliputi pemeliharaan hardware komputer itu sendiri (RAM, Harddisk, dan motherboard) dan software (operating system dan software aplikasi khusus perangkat) .
Gambar. Pencegahan gangguan atau kerusakan perangkat
Dengan melihat gambar di atas, tidak berarti bahwa program perventif maintenance selalu dimulai dengan melakukan pemeriksaan berkala. Anda bisa memulai step-step tersebut dari mana saja, tergantung pada kondisi dan prioritas pada lab anda.
Mari kita coba detailkan step-step pencegahan gangguan perangkat tersebut.
1. Memelihara kondisi wajar perangkat
Lakukan pemeliharan secara berkala, baik dalam bentuk kegiatan kalibrasi, drift monitoring, bahkan kegiatan kalibrasi sehari-hari. Saya lebih suka melakukan kalibrasi dua sampai tiga perangkat kastamer (unit under test) sejenis sekaligus daripada satu demi satu. Bisa ditebak, karena dengan begitu saya dapat membandingkan hasil ukur antar alat ukur, sehingga jika ada salah satu perangkat mengalami gangguan, lebih mudah ditemukenali. Bahkan jika perangkat kastamer tersebut memiliki spesifikasi yang bagus, perangkat standar kita pun dapat dicek tingkat akurasinya.
Pengencangan konektor yang tersambung pada alat ukur harus dilakukan secara proporsional, umumnya tidak terlalu kencang namun juga tidak terlalu longgar. Lakukan koneksi konektor dan kabel dengan lembut, terutama pada perangkat yang membutuhkan soft handling seperti perangkat optik.
Prosedur operasi juga harus diikuti dengan baik. Ikuti petunjuk pabrikan dengan baik agar perangkat dapat memberikan kinerjanya secara maksimal. Jika warm up dinyatakan sekitar 15 menit, maka sebelum batas waktu ini jangan digunakan untuk pengukuran, karena perangkat bisa saja belum stabil sehingga penunjukannya bisa berubah-ubah.
Terkait prosedur operasi, saya menyarankan agar juga memasukkan kegiatan yang bersifat maintenance di dalamnya, tidak hanya mengutamakan deskripsi tentang tahapan kalibrasinya saja. Seringkali hal ini diabaikan karena menganggap semua teknisi memiliki pengetahuan yang cukup tentang handling alat ukur, padahal dalam kenyataannya tidak.
Jangan lupa stabilkan listrik PLN, usahakan menggunakan stabilizer yang mampu mengubah tegangan jala-jala (PLN) menjadi tegangan dengan bentuk yang lebih murni. Ini dapat menghemat listrik, dan ini secara teknis akan dapat memperpanjang umur perangkat. Disamping itu, dan ini justru yang lebih penting, adalah dapat memperkecil ketidakpastian pada akurasi perangkat. Coba lihat spesifikasi perangkat. Biasanya ada penambahan ketidakpastian yanng harus dilakukan dengan semakin labilnya tegangan catuan.
Untuk kegiatan kalibrasi onsite, perlu kehati-hatian dalam transportasi. Pengepakan yang salah, mengguanakan peti yang dididisain seadanya akan dapat mengakibatkan perangkat rusak. Lebih baik membeli peti khusus yang agak mahal daripada perangkat yang harganya ratusan juta menjadi rusak karenanya. Pastikan anda sebagai teknisi mengawasi proses pengepakan perangkat di sela-sela kesibukan anda mengurus administrasi keberangkatan.
2. Menemukan kondisi tak wajar dari perangkat sedini mungkin
Terkadang panca indra manusia cukup tajam untuk mengetahui gangguan suatu alat ukur, misalnya bau PCB terbakar, percikan api, bunyi dengung, atau panas diluar kewajaran. Akan sangat baik jika ini didukung oleh perangkat diagnostik khusus untuk menemukan kondisi tidak wajar ini, walaupun tetap saja saya menyarankan ketrampilan manusianya lah yang lebih utama, jangan melulu mengandalkan perangkat diagnostik tersebut yang juga memiliki keterbatasan, seberapapun canggihnya.
3. Mengembangkan dan menerapkan penanggulangan untuk pemulihan kondisi perangkat
Mengajukan pertanyaan Why sebanyak lima kali ini sebenarnya mengajarkan kepada kita untuk mencari akar permasalahan yang sebenarnya, karena sebab suatu masalah bisa jadi hanyalah akibat dari suatu sebab lainnya. Jadi tidak harus berjumlah lima, tergantung pada kondisi permasalahan anda.
Saya punya cerita unik tentang ini. Suatu saat ketika kami melakukan kalibrasi on-site di suatu perusahaan peralatan musik, kami disibukkan selama berjam-jam dengan kondisi perangkat standar kami yang tidak wajar. Sampai akhirnya kesimpulan sementara menyatakan bahwa perangkat tersebut harus “dipulangkan” dan diganti dengan perangkat lain yang memiliki kemampuan setara. Namun secara tidak sengaja ada rekan teknisi yang memindahkan catuannnya pada power supply lainnya. Dan ternyata perangkat menjadi pulih akurasinya.
Setelah melakukan diskusi, ternyata power supply perangkat tersebut memang tidak satu koneksi dengan power supply untuk perangkat lainnya (kebetulan di ruang tersebut ada beberapa stop kontak dan kami menggunakan lebih dari satu). Dan kondisi grounding satu power supply tidak bagus, kondisi yang ternyata tidak disadari juga oleh teknisi perusahaan musik, karena ruangan itu tadinya adalah ruang untuk administrasi yang kami sulap sementara menjadi ruang kerja kalibrasi.
Ada satu cerita lagi yang mungkin bisa saya share di sini. Suatu ketika teknisi menyatakan bahwa error pengukuran suatu parameter frekuensi dari suatu signal generator milik kastamer “out of spec”, dimana perangkat standard yang digunakan adalah frequency counter dengan reference input dari Rubidium Standard. Namun technical manager curiga karena signal generator tersebut masih dalam kondisi relatif baru. Setelah pengukuran diulang, ternyata hasilnya menunjukkan kesimpulan yang sama. Kemudian dilakukan perbandingan hasilnya menggunakan frequency counter yang berbeda, namun masih dengan reference input yang sama (dari Rubidium).
Kemudian ditanyakan kepada teknisi perubahan setting apa yang dilakukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya (misalnya kondisi kemarin). Dari pertanyaan ini, akhirnya dapat ditemukan akar masalah sebenarnya. Ternyata kabel yang menghubungkan antara Rubidium dengan frequency counter sudah mengalami penurunan kinerja, atenuasinya terlalu besar sehingga level pada input “reference in” frequency counter tidak cukup memenuhi syarat, sehingga akurasi frequency counter jadi menurun.
Akhirnya, sebagai penutup tulisan ini, secara keseluruhan perlu ada analisa kinerja perangkat secara keseluruhan, disesuaikan dengan life time perangkat. Ada baiknya di setiap perangkat dicantumkan tahun pembelian dan life time (jika ada) sesuai manual atau katalog. Beri tanda tertentu untuk perangkat yang sudah berada pada daerah “kuning”, yang sudah mendekati batas akhir life-time nya. Untuk perangkat ini perlakuannya harus dibedakan, misalnya dengan melakukan drift monitoring dengan frekuensi lebih sering. Informasi tentang life-time dari pabrikan tentu tidak harus jadi patokan satu-satunya, karena banyaknya faktor lain yang mempengaruhi kinerja suatu perangkat. Namun demikian, pabrikan pasti punya argumen sendiri untuk memberikan data tersebut.
Referensi
Tantangan Industri Manufaktur – Penerapan Perbaikan Berkesinambungan, Kiyoshi Suzaki, disadur oleh Ir Kristianto Jahja, PQM, 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar