Jangan terburu nafsu untuk menggunakan teknologi baru dalam bisnis anda. Saran ini cukup bijak namun tetap saja perlu analisa dan penyesuaian terhadap masalah dan kondisi yang kita hadapi. Terlepas apakah perusahaan anda menjadi early adopter atau slow adopter kah terhadap teknologi baru, rasanya tetap saja perlu berhitung dalam prospek ekonominya, kecuali anda tidak memiliki tujuan ekonomis dalam layanan yang anda miliki.
Jika memutuskan diri sebagai early adopter, yang berarti menjadi pihak yang pertama mengintegrasikan teknologi baru ke dalam bisnis, Wilkoff memberi petunjuk untuk fokus pada teknologi yang menjadi inti dari bisnis dan sekaligus sebagai pembeda dalam persaingan. Untuk perusahaan yang masuk dalam golongan menengah kebawah, sebaiknya pilih teknologi yang cost-nya rendah, dan memiliki efek minimal terhadap operasional, misalnya menggunakan teknologi Open-source.
Ingat kasus Commodore 64 atau Xbox 360, yang memiliki banyak bug pada awal-awal peluncurannya, atau iPhone yang harganya selangit pada awal rilisnya. Bahkan ada teknologi yang obsolete secara premature, seperti 8 track tapes, Betamax, HD DVD
Perusahaan menengah kecil memang memiliki keuntungan dalam hal kecepatan pengambilan keputusan. Namun demikian tetap saja kehati-hatian harus diutamakan, karena pada akhirnya keberhasilan adopsi teknologi baru tergantung pada tingkat penerimaan pengguna akhir. Itu artinya, kenali kastamer anda, sebelum mengambil keputusan.
Jika memutuskan diri sebagai slow adopter, tidak perlu berkecil hati karena selalu kalah langkah dengan pesaing dalam soal adopsi teknologi. Tetap saja slow adapter memiliki keuntungan tersendiri. Banyak perusahaan yang memposisikan dirinya sebagai slow adapter menggunakan strategi “fast second”, yang artinya mereka akan melihat dulu bagaimana efek yang muncul saat pesaing mengaplikasikan teknologi baru, pelajari dulu semuanya, jika cocok moment-nya maka perusahaan akan secepat kilat ikut juga mengimplementasikan teknologi tersebut.
Namun demikian bisa saja terjadi slow adopter akan kehilangan kastamer karena pesaing mampu mengaplikasikan teknologi baru yang terasa menguntungkan kastamer. Kondisi ini mungkin tidak terjadi pada kasus dimana slow adopter telah memiliki kastamer loyal.
Pikirkan baik-baik resiko yang mungkin muncul, apakah teknologi baru itu akan dapat memotong cost dan meningkatkan pendapatan. Kecepatan adopsi teknologi sebenarnya bukanlah technology problem, tetapi adalah business problem.
Kedua penggolongan sikap di atas akan berdampak pada kapan saat yang tepat untuk melakukan adopsi teknologi baru, walaupun dalam prakteknya pembagian ini tidak fixed, ada saat tertentu suatu perusahaan akan bersikap sebagai slow adapter, saat lain pada kasus dimana adopsi akan membawa keuntungan signifikan jika dilakukan secara cepat maka perusahaan akan memposisikan diri sebagai eraly adopter. Begitu juga dalam penggunaan teknologi itu sendiri, jika anda bergerak di bidang produksi mesin mobil, mungkin anda menjadi slow adapter untuk teknologi informasi, namun menjadi early adapter untuk teknologi mesin yang menjadi produk anda.
Namun ada yang menganggap sikap terhadap teknologi baru sebagai culture perusahaan, dan membaginya tidak hanya dua namun menjadi empat yaitu conservative adopter, average adopter, early adopter dan innovative/visionary.
Gambar. Technology Adoption Lifecycle
Hal ini sesuai dengan daurhidup adopsi teknologi (Technology Adoption Lifecycle – TAL) yang dikembangkan oleh Joe M. Bohlen dan George M. Beal pada 1957 dari Iowa State College.TAL menggambarkan bagaimana adopsi sebuah produk atau inovasi. Didalamnya ada “inovator” yang lebih teredukasi namun risk-oriented, “early adopter” yang cenderung muda dan menjadi pemimpin komunitas, “early majority” yang lebih konservatif namun terbuka terhadap ide baru, “late majority” yang lebih tua dan kurang teredukasi, dan akhirnya “laggard” yang sangat konservatif dan sangat kurang teredukasi.
Harus diingat juga tentang Technology Lifecycle, yang menggambarkan perkembangan sebuah teknologi dari mulai awal penemuan sampai keadaan obsolete-nya. Rinciannya adalah sbb :
1. Bleeding edge – masa dimana teknologi masih belum menunjukkan nilainya.
2. Leading edge – saat dimana teknologi sudah membuktikan kemampuannya dalam pasar namun masih jarang orang yang bisa mengimplementasikannya.
3. State of the art – masa dimana semua orang sudah sepakat bahwa teknologi tersebut merupakan solusi yang tepat
4. Dated – masa dimana teknologi tersebut masih berguna namun teknologi lain yang sejenis sudah bisa menjadi substitusinya
5. Obsolete – Masa dimana suatu teknologi sudah dikalahkan oleh teknologi lain yang sudah masuk dalam masa state of the art, masih dipelihara namun tidak lama lagi akan “diturunkan”.
BASS DIFFUSION MODEL
Tentang adopsi teknologi ini, ada teori menarik tentang pemodelan bagaimana sebuah produk baru diadopsi sebagai interaksi antara penggunanya dengan calon pengguna lainnya, yaitu model Bass Diffusion, yang dikembangkan oleh Frank Bass. Model ini adalah generalisasi secara empirik dalam dunia marketing, dan digunakan secara luas dalam peramalan produk maupun peramalan teknologi.
Gambar. Bass Diffusion Model
Model ini memiliki rumusan tersendiri (tidak dibahas di sini) lengkap dengan berbagai koefisiennya. Mode ini disebut-sebut cocok untuk meramalkan ukuran dan kecepatan jaringan sosial online (facebook, friendster, dll).
Nampak dalam model bahwa jumlah adopter yang baru akan semakin berkurang seiring dengan waktu, dan keunikan terjadi dimana saat jumlah imitasi makin bertambah menuju puncak, pada saat itu jumlah inovasi menurun.
EVALUASI UNTUK ADOPSI TEKNOLOGI BARU
Bagaimana cara melakukan evaluasi untuk adopsi teknologi baru ini ?
Berikut tips praktis yang dapat anda terapkan :
1. Apakah adopsi itu akan benar-benar menguntungkan secara signifikan dalam bisnis ? Apakah adopsi ini merupakan teknologi inti dalam bisnis anda ? Apakah teknologi ini akan mampu memberi diferensiasi pada bisnis anda ? Apakah manajemen atau para pengambil keputusan dalam perusahaan anda sudah memiliki informasi yang cukup ? Bagaimana pula dalam hal proses pengambilan keputusannya, apakah menggunakan metode yang tepat ?
2. Teknologi baru sering berarti masalah baru. Apakah anda memberi toleransi pada munculnya bug yang biasanya menyertai suatu teknologi baru yang baru dirilis ?
3. Teknologi baru sering berarti harga tinggi. Walaupun cenderung harga akan turun nantinya, anda harus bisa mengira-ngira kapan itu akan terjadi dan berapa besar penurunannya.
4. Ketahui pasar, kondisinya seperti apa dan bagaimana pula dengan posisi pesaing anda di pasar itu.
5. Jika evaluasi dirasa sangat sulit, carilah bantuan dari konsultan atau siapa saja yang berkompeten. Untuk IT, kegiatan ini bisa dilakukan tanpa biaya (free).
6. Bagaimana efek adopsi ini terhadap karyawan anda ? Bagaimana jika anda tidak memiliki cukup karyawan baik dalam jumlah maupun kualitas dalam proses adopsi ? Berapa besar biaya pada kurva pembelajarannya (misalnya untuk pelatihan) ?
Ingatlah bahwa memperkenalkan sistem baru bisa jadi memberi masalah pada karyawan anda jika tidak di-manage dengan baik. Terkadang adopsi gagal bukan karena soal teknologinya, tapi soal manusia-nya. Karenanya gunakan tips berikut :
a. Cek level usabillity teknologi baru tersebut, misalnya dengan terlebih dulu “pilot group study”, yang nantinya diharapkan memberi umpan balik.
b. Buat pengetesan pada teknologi baru tersebut, apakah dapat memenuhi semua requirement secara komprehensif. Tantangannya adalah bagaimana membuat daftar requirement yang lengkap untuk ini.
c. Cari informasi dari grassroot, dimana terkadang karyawan-karyawan di layer bawah, yang justru lebih tahu tentang bagaimana efek adopsi teknologi baru ini, tidak dapat mengemukakan pendapatnya karena suatu alasan, misalnya karena sarana komunikasi tidak ada, manajemen yang “angkuh” atau karyawan memiliki ketidakmampuan mengungkapkan masukannya.
Catatan :
a. Sebagian provider teknologi baru menyiapkan cara tersendiri untuk mempermudah kita melakukan adopsi teknologi baru, misalnya dengan membuat demo atau pelatihan menggunakan video. Mereka juga berusaha untuk menunjukkan teknologinya benar-benar memiliki dampak riil untuk nilai ekonomis.
b. Sebegitu pentingnya faktor manusia ini, muncul teori sosiologi yang disebut Teori Normalization Process, yang ditemukan oleh Carl. R. Maryand Tracey. Teori ini menganalisa bagaimana impelementasi dan integrasi antara teknologi baru dan inovasi organisasi.
7. Apakah anda memiliki rencana cadangan jika adopsi ini gagal membantu anda mencapai tujuan ?
FORECASTING
Tentang peramalan, tentu anda sudahs sering mendengar kata “ekstrapolasi”. Ya, ini adalah salah satu saja dari metode peramalan yang ada. Dalam adopsi teknologi baru, mungkin saja mengharuskan anda melakukan peramalan. Mungkin tidak pada teknologinya sendiri, tetapi pada obyek yang dipengaruhi oleh teknologi baru tersebut, misalnya demand, efek kepuasan, dll.
Berikut ini saya berikan beberapa metode peramalan :
1. Metode Time Series, menggunakan data history sebagai basisnya. Contoh metode ini adalah :
a. Rolling forecast is a projection into the future based on past performances, routinely updated on a regular schedule to incorporate data.
b. Moving average
c. Exponential smoothing
d. Extrapolation
e. Linear prediction
f. Trend estimation
g. Growth curve
h. Topics
Peramalan teknolginya sendiri apakah satu domain dengan peramalan pasar
Peramalan ini apanya yang diramalkan ? Kecanggihannya, manfaat bagi orang, eksistensinya, pasarnya, dampak buruknya,
2. Metode Causal atau Ekonometrik
Ini menggunakan asumsi atau perkiraan tentang faktor yang mempengaruhi variabel yang diramalkan. Contoh yang sering diberikan untuk ini adalah peramalan faktor cuaca untuk meramalkan penjualan payung. Bisa jadi peramalan cuaca lebih mudah daripada peramalan penjualan payung.
a. Regression analysis using linear regression or non-linear regression
b. Autoregressive moving average (ARMA)
c. Autoregressive integrated moving average (ARIMA), misalnya Box-Jenkins
d. Econometrics
3. Metode Judgmental
Judgmental forecasting methods incorporate intuitive judgements, opinions and subjective probability estimates.
a. Composite forecasts
b. Surveys
c. Delphi method
d. Scenario building
e. Technology forecasting
f. Forecast by analogy
4. Metode lainnya
a. Simulation
b. Prediction market
c. Probabilistic forecasting and Ensemble forecasting
d. Reference class forecasting
KASUS : PROSES INTEGRASI PADA OTOMASI MANUFAKTURING
Dalam dunia produksi barang (manufacturing), ada beberapa skema yang dapat dijadikan alternatif dalam proses otomasi manufakturing, yang tak lain adalah skema dalam mengadopsi teknologi baru ke dalam teknologi yang sudah dimiliki sebelumnya. Skema-skema tersebut antara lain :
1. Manufacturing Cells
Di sini adopsi dilakukan di dalam sebagian proses manufakturing saja, dengan pengelolaan yang diserahkan pada sekelompok karywan tertentu saja, sehingga membentuk “pulau-pulau” dalam proses produksi. Di tiap pulau ini dihasilkan bagian produk yang memiliki kesamaan karakteristik. Tujuan dari skema ini adalah bagaimana cost dapat lebih efektif dan aliran kerjanya pun dapat lebih efektif dibandingkan dengan skema tradisional.
2. Flexible Manufacturing System (FMS)
Sesuai namanya, sistem ini dipakai terutama untuk memproduksi barang dengan cara yang sangat fleksibel, jadi bisa lebih antisipatif terhadap perubahan, baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Dengan mesin-mesin FMS, maka jika akan membuat produk yang jenisnya baru, maka tidak perlu ada perubahan mesin. Atau jika akan membuat produk yang sama namun memiliki jumlah produksi yang lebih banyak, maka cukup menambah mesin dengan spesifikasi yang tidak jauh beda dengan mesin-mesin sebelumnya.
Gambar. Contoh FMS-200
3. Computer-Integrated Manufacture (CIM)
Pengertian praktis CIM adalah sistem manufakturing yang memanfaatkan komputer. Itu artinya, scope dari CIM ini luas, dari mulai penggunaan CAD/CAM, Robotik, FMS, IMS, dll. Dalam implementasinya, ada dua pendekatan yaitu step-by-step dan integrasi lengkap.
4. Computer Aided Design and Manufacture (CAD/CAM)
Pada mulanya CAD ini adalah penggunaan teknologi untuk menggantikan meja gambar. Namun kini sudah berkembang lebih pesat lagi, bahkan masuk ke manufakturing dengan adanya teknologi CAM, sehingga CAD dan CAM akhirnya bersinergi untuk menghasilkan disain yang dihasilkan oleh bantuan mesin yang dikontrol menggunakan program komputer.
Dan secara umum, manfaat penerapan CAD / CAM ini dapat digambarkan sebagai berikut :
5. Intelligent Manufacturing System (IMS)
IMS ini adlaah kolaborasi antara beberapa institusi terutama dalam riset dan pengembangan, bersifat global, dibuat untuk pengembangan teknologi processing dan manufakturing masa depan. Pelopornya adalah Jepang, dan akhirnya saat ini sudah melembaga dengan anggota antara lain Switzerland, Korea, USA, Uni Eropa. Universitas, pabrikan, pemerintahan dan beberapa lembaga lain turut mendukung IMS ini.
IMS ini dibentuk dengan kesadaran sepenuhnya bahwa saat ini persaingan bukan antar perusahaan lagi, tapi antara kawasan, atau antar mata rantai supply bahan mentah. Karenanya sinergi dalam berbagai bidang, diharapkan mampu menghasilkan produk yang lebih baik lagi. Sinergi pada IMS itu berupa pengembangan dalam hal bidang-bidang berikut :
1. Konsep pengembangan sistem produksi
2. Teknologi komunikasi dan informasi terkait produksi
3. Teknologi pemrosesan dan kontrol perangkat
4. Teknologi aplikasi untuk material baru
5. Faktor manusia dalam produksi
Gambar. Bagan organisasi IMS
OPERASI TEKNOLOGI BARU
Operasi teknologi baru terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
CHANGE MANAGEMENT
Ini dia yang sering tidak dianalisa secara sungguh-sungguh ketika teknologi baru akan diadop. Konsentrasi organisasi hanya kepada teknologinya saja, padahal itu hanya sedikit saja dari aspek yang harus dikaji dalam-dalam jika adopsi ini ingin berhasil.
Change Management perlu dipersiapkan, dalam berbagai levelnya, dimana setiap level jelas butuh perlakuan yang berbeda-beda. Yang jelas seluruh level harus memberi kontribusi nyata bagi proses adopsi ini.
Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam kaitan dengan Change Management ini ?
1. Dibutuhkan pendekatan profesional dan ketrampilan yang berbeda dari operasi ongoing
2. Tujuan dan prioritas yang jelas
3. Tanggung jawab yang jelas daam menformulasikan dan mengimpelementasikan program perubahan
4. Pendekatan sosio-teknikal perlu diimbangi dengan teknologi, struktur dan orang
5. Peran aktif dari supervisi, yang menjadi “penghubung” level atas dengan level bawah dari organisasi
Setelah menyadari semua ini, maka berikutnya yang tidak kalah penting adalah perlunya analisa terhadap aspek behaviour, meliputi :
1. Perubahan akan lebih mulus jika dapat didemonstrasikan dalam suatu pilot project, tangible dan dibagi dalam beberpa tahapan agar dapat lebih mudah dalam implementasinya.
2. Buatlah analisa “Force-field”, yang merupakan metode audit untuk membedakan antara pendukung dan penolak program
3. Lakukan “stakeholder analysis” yang bertujuan untuk melihat siapa saja dalam organisasi yang dipengaruhi oleh suatu program perusahaan, bagaimana sikapnya terhadap perusahaan, dan bagaimana membuat strategi yang tepat untuk mengantisipasi hal itu.
Masih ada beberapa hal di dalam Change Management ini yang bisa dianalisa, misalnya dalam soal struktur pekerjaan. Setelah adopsi teknologi dilakukan, mungkin akan terjadi desain ulang terhadap tugas keseharian para karyawan. Mungkin perlu ada penyesuaian gaji. Mungkin perlu ada pelatihan-pelatihan.
TIP PRAKTIS
Dari uraian sebelumnya yang cenderung berorientasi teori, ada beberapa tip yang diberikan para ahli dalam me-manage perubahan teknologi, yaitu :
1. Hindari perubahan yang technology-driven, karena teknologi memiliki kecepatan perubahan yang cepat
2. Jangan sekali-kali berpikir bahwa persoalan manusia akan dapat diselesaikan dengan solusi teknik
3. Periksalah apa saja efek dari perubahan teknologi pada perusahaan anda
4. Pertimbangkan perubahan aliran informasi
5. Identifikasi efek dari keamanan pekerjaan, sistem payment dan kesempatan karir
6. Perhitungkan kapan waktu yang tepat untuk pengadaan dan instalasi teknologi baru.
REFERENSI
1. Frederick Betz, Strategic Technology Management, McGraw – Hill International Editions, 1994
2. Adopting New Technology, There's A Case For Being The Tortoise Or The Hare http://www.processor.com/editorial/article.asp?article=articles/p2624/32p24/32p24.asp
3. Steven Warren, When is it time to adopt new technology ? http://blogs.techrepublic.com.com, 2007
4. Adopting New Technologies in your Business, http://blog.bigcontacts.com/bigcontacts/2008/09/adopting-new-te.html
5. Help Technophobes Adopt New Technology, http://www.vodafone.com.au/business/businesssense/technologyandsolutions/adoptnewtechnology/index.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar